top of page
Writer's picturesmtk kotakupang

Bahasa Indonesia XII (Teks Editorial)



Pertemuan ke-12

11 November 2020


PENGERTIAN TEKS EDITORIAL

Teks Editorial atau yang dimaksud dengan (Opini) merupakan suatu teks yang isinya tentang pendapat seseorang pribadi pada sebuah isu ataupun masalah aktual. Sedangkan isu yang dimaksud adalah masalah sosial, ekonomi, atau politik yang mempunyai hubungan signifikan terhadap masalah politik. Keberadaan teks editorial maupun teks opini tersebut juga rutin ada dalam surat kabar. Yang mana dalam pengungkapan teks editorial ini harus di sertakan bukti, fakta, ataupun alasan logis supaya dapat diterima oleh pendengan atau pembaca.

a. Tujuan

· Mengajak kepada pembaca atau pendengar supaya mereka berfikir pada apa yang diisukan yang dibicarakan orang banyak di kehidupan sekitar.

· Memberikan pandangan untuk para pembaca/pendengar terhadap isu yang saat itu berkembang di masyarakat sekitar.

b. Manfaat

· Memberikan informasi pada masyarakat tentang suatu informasi.

· Untuk merangsang pemikiran masyarakat dengan pembahasan tertentu.

· Bisa menggerakan pembaca dalam mengambil tindakan sesuai dengan hati mereka.

3. Fungsi Teks Editorial

Selanjutnya adalah fungsi teks editorial yang tak jauh beda dengan tujuan serta manfaat diatas.

· Untuk menjelaskan berita maupun akibatnya kepada masyarakat luas.

· Mempersiapkan masyarakat terhadap resiko kemungkinan yang akan terjadi.

· Mengisi latar belakang terhadap isu terhadap kenyataan sosial maupun faktor yang bisa mempengaruhinya.

· Dapat meneruskan penilaian moral terkait isu yang dimaksud.

Ciri-Ciri Teks Editorial :

1. Topik tulisan teks editorial selalu hangat (sedang berkembang dan dibicarakan secara luas oleh masyarakat), bersifat aktual dan faktual.

2. Teks editorial bersifat sistematis dan logis.

3. Teks editorial merupakan sebuah opini / pendapat yang bersifat argumentative.

4. Teks editorial menarik untuk dibaca, karena ditulis dengan menggunakan kalimat yang singkat, padat dan jelas.

Jenis jenis Teks Editorial

· Interpretaive editorial, editorial ini bertujuan untuk menjelaskan isu dengan menyajikan fakta dan figur untuk memberikan pengetahuan.

· Controversial editorial, editorial bertujuan untuk meyakinkan pembaca pada keinginan atau menumbuhkan kepercayaan pembaca terhadap suatu isu. Dalam editorial ini biasanya pendapat yang berlawanan akan digambarkan lebih buruk.

· Explantory editorial, editorial ini menyajikan masalah atau suatu isu agar dinilai oleh pembaca. Biasanya teks editorial ini bertujuan untuk mengeidentifikasi suatu masalah dan membuka mata masayarakat untuk memperhatikan suatu isu.

Struktur Teks Editorial

Terdapat 3 struktur yang menyusun teks editorial/opini, yaitu:

1. Pernyataan pendapat (tesis), bagian yang berisi sudut pandang penulis tentang masalah yang dibahas, biasanya berisi sebuah teori yang akan diperkuat oleh argumen.

2. Argumentasi, merupakan alasan atau bukti yang digunakan guna memperkuat pernyataan dalam tesis. Argumentasi yang diberikan dapat berupa pertanyaan umum/data hasil penelitian, pernyataan para ahli, maupun fakta-fakta berdasarkan referensi yang bisa dipercaya.

3. Pernyataan/Penegasan ulang pendapat (Reiteration), merupakan bagian yang berisi penegasan ulang pendapat yang didukung oleh fakta di bagian argumentasi guna memperkuat/menegaskan. Penegasan ulang berada di bagian akhir teks.


Contoh Teks Editorial di Koran

Berikut adalah editorial Koran Tempo pada edisi 27 Agustus 2020 mengenai rencana pembukaan kembali bioskop di Jakarta di tengah kondisi pandemi yang belum mereda.


Bahaya Pembukaan Bioskop

Pengenalan Isu (Tesis)

PEMBERIAN izin pembukaan bioskop oleh pemerintah DKI Jakarta sungguh di luar nalar. Tidak ada urgensi memberikan kelonggaran semacam itu saat wabah Covid-19 belum terkendali.

Penyampaian Pendapat (Argumen)

Dalam dua pekan terakhir, jumlah rata-rata pasien baru Covid-19 di Ibu Kota hampir 600-an orang setiap hari. Angka itu naik drastis dibanding data pada akhir Juli lalu ketika penambahan jumlah pasien baru masih di kisaran 400-an. Rasio positif di Jakarta dalam dua pekan terakhir juga lebih dari 10 persen. Artinya, terdapat sepuluh orang positif dari setiap seratus orang yang diuji usap. Situasi ini lebih buruk ketimbang bulan lalu, ketika rasio positif di Jakarta sempat berada di ambang batas aman versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen.

Karena itu, sulit memahami alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengizinkan bioskop segera dibuka lagi. Memang, sejak ditutup pada Maret lalu, ribuan karyawan sinema sudah dirumahkan. Terdapat 343 teater dengan 1.756 layar di Indonesia—lebih dari 50 persennya berada di Jakarta dan sekitarnya. Tutupnya bioskop-bioskop itu menyebabkan industri perfilman ikut mati suri. Pusat belanja juga sepi pengunjung. Tapi, seyogianya, alasan ekonomi tak dijadikan pembenar untuk mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan publik.

Gubernur Anies beralasan pembukaan bioskop dimungkinkan selama protokol kesehatan dipatuhi. Selain jumlah penonton yang masuk ke sinema dibatasi, posisi duduk para penikmat film bisa diatur, seperti layaknya penumpang pesawat terbang. Hal itu merupakan alasan yang mudah dipatahkan karena membuka bioskop sama saja dengan mengundang pusat keramaian baru. Risiko penularan virus corona bisa melonjak ketika titik-titik berkumpulnya warga kembali dibuka.

Pernyataan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito untuk mendukung pembukaan bioskop bahkan lebih absurd. Menurut dia, membiarkan warga beramai-ramai menonton sinema bisa meningkatkan imunitas. Penjelasan semacam ini lebih terdengar seperti keputusasaan pemerintah dalam mengendalikan penularan Covid-19. Seolah-olah Satgas sudah kehabisan akal untuk menekan laju pandemi ini di Indonesia.

Penegasan Ulang

Gubernur Anies dan jajarannya tidak boleh menyerah di hadapan serangan virus corona. Salah satu kelemahan utama dalam program pengendalian penularan Covid-19 di Indonesia adalah pelacakan kontak pasien positif. Saat ini kapasitas pemerintah dalam pelacakan jejaring kontak pasien masih di bawah standar WHO. Protokol Kementerian Kesehatan mensyaratkan 80 persen dari semua kontak pasien harus sudah terlacak dan diisolasi dalam tiga hari selepas konfirmasi status pasien. Jika hal itu tidak dilakukan, mustahil penyebaran virus ini bisa ditekan sampai minimal.

Ketimbang sibuk membuka bioskop, pemerintah DKI Jakarta seharusnya menggelontorkan anggaran untuk membantu Dinas Kesehatan dan Satgas guna meningkatkan kapasitas pelacakan. Tanpa itu, pembatasan sosial seketat apa pun bakal percuma. Jika wabah sudah terkendali, ekonomi pasti akan pulih kembali.


SOAL

1. Bacalah teks editorial dengan saksama!

2. Tentukanlah struktur teks ceramah dai teks berikut ini!


Jangan Hanya Bergantung pada Vaksin

Langkah pemerintah dalam membentuk Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 pada pekan lalu memperlihatkan bahwa pemerintah mengandalkan ketersediaan vaksin sebagai jalan keluar dari pandemi ini. Tim yang terdiri dari sederet menteri, lembaga riset, perguruan tinggi, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan bertugas hingga 31 Desember tahun depan.

Namun terdapat sejumlah masalah mendasar dari kebijakan pemerintah tersebut. Pertama, tugas dan fungsinya dapat tumpang tindih dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sudah dibentuk oleh Presiden. Meskipun masih sama-sama dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartato, keberadaan tim ini berpotensi menghambat birokrasi. Apalagi masyarakat juga belum melihat hasil kerja nyata komite di lapangan.

Kedua, keberadaan tim tersebut juga berpotensi berbenturan dengan tugas Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang dipimpin oleh Kementrian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional. Selain menghasilkan rapid test (tes cepat covid) dan ventilator, konsorsium ini juga sedang mengembangkan vaksin Merah Putih bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institue. Sebetulnya, pemerintah bisa saja cukup menugasi konsorsium ini untuk melaksanakan instruksinya perihal percepatan pengembangan vaksin.

Selain itu, ruang lingkup tim ini tidak terlalu jelas. Pembuatan vaksin yang mumpuni pastinya memerlukan waktu yang tidak sedikit dan tidak boleh terburu-buru. Misalnya, masyarakat tentunya tidak mau percepatan pengembangan vaksin Merah Putih malah memicu pertanyaan dunia riset global akan kredibilitasnya yang bahkan pemerintahnya saja terkesan tidak percaya dan membentuk tim lain untuk melakukannya.

Kemudian, Pemerintah seharusnya sangat paham bahwa uji klinis tahap ketiga adalah tahap paling penting dari perancangan vaksin atau obat. Uji klinis fase terakhir ini tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa. AstraZeneca dan Universitas Oxford bahkan terpaksa menghentikan uji klinis buatan mereka ketika menemukan peserta uji klinis di Inggris mengalami efek samping yang serius. Sehingga, rasanya tidak akan banyak yang bisa dilakukan oleh tim nasional bentukan Presiden ini.

Daripada hanya mengandalkan vaksin saja, sebaiknya pemerintah bisa memperbaiki kapasitas pengetesan dan pelacakan pasien suspect. Melalui berbagai pusat layanan kesehatan sebetulnya pemerintah dapat memperbaiki kualitas pengobatan pasien dan kesiapan tenaga medis agar angka kematian pasien COVID-19 tidak terus meningkat.

Tanpa upaya terpadu yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, tumpuan harapan pada satu solusi saja bisa dapat berujung pada masalah baru. Terutama jika waktu pengembangan vaksin jauh lebih lama dari apa yang dijanjikan oleh pemerintah. Pemerintah tidak boleh menyimpan semua telur dalam satu keranjang, upaya pengendalian wabah secara holistik dan ketat harus tetap dilakukan melalui berbagai sudut.

Kerjakan dan kirimkan hasil kerja ke nomer WA guru mata pelajaran 085239552340 (Ibu Welly)


261 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page