Materi
Kejadian pasal 6 tentang Nuh dan
Pesan Nuh tujuan penyelamatan Nuh dan keluarganya
A. Kejadian pasal 6 tentang Nuh
Kejadian 6:1-8 merupakan peralihan yang menjelaskan keadaan manusia sebelum dihancurkan dan diberikan bentuk kembali oleh air bah. Manusia bertambah bejat, maka Allah bermaksud memusnahkan keturunan Kain. Hanya keturunan Set yang akan diteruskan melalui keluarga seorang yang bergaul dengan Allah. Masalah kawin-mengawini merupakan kebencian di hadapan Allah. Ukuran beratnya ialah pernyataan murka Allah, air bah sebagai penghukuman terberat yang pernah dijatuhkan atas manusia. Kejahatan manusia itu dapat kita lihat pada keturuna-keturuna Kain, dan juga pada Kain sendiri. Di mana Kain membunuh saudaranya Habel karena irihati. Dan pada keturunan Kain, di mana Lamekh berpoligami, dan Allah membenci masalah kawin-mengawini khususnya mengambil isteri dua sesuai kehendak hati manusia itu sendiri dan siapa saja yang mereka sukai. Dari kejadian ini dapat kita lihat bahwa manusia itu melanggar batasan-batasan yang telah Allah tetapkan untuk mereka.
Kemerosotan moral manusia yang jelas kelihatan dalam kejadian , yang diilustrasikan oleh Kain dan Lamekh, mencapai puncaknya dalam kejadian 6. Sewaktu manusia bertambah banyak dan berkembang, begitu pula dengan kejahatan manusia. Kecenderungan manusia menjadi begitu jahat sehingga Allah harus menghakimi mereka, dan Ia melakukannya dalam air bah besar. Sifat dan luasnya pengadilan Allah selalu mencerminkan beratnya dosa yang sedang dihukum dan air bah itu memusnahkan seluruh hidup manusia, kecuali keluarga Nuh. Allah melihat bahwa dosa umat manusia sebelum air bah begitu jahatnya sehingga hanya pemusnahan yang hampir total yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan-Nya yang suci. Kejadian 6:1-2,”Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan, maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.”
1. Anak-anak Allah dan anak-anak perempuan
Pada ayat 1-2 ini mulai dengan menjelaskan relasi antara Set dan Kain. Pada zaman Nuh orang menikah sesuka hatinya tanpa menghiraukan ketetapan Allah yang membedakan antara keturunan Kain dengan keturunan Set. Masalah yang sama kemudian muncul dalam sejarah Israel dan menjadi dasar utama teguran yang Allah berikan melalui nabi Maleakhi. Anak-anak perempuan manusia dikontraskan dengan anak-anak lelaki Allah. Pengertian ini dapat dimengerti berdasarkan pasal-pasal sebelumnya, di mana keturuna Kain diperkenalkan kepada kita hanya dari sudut daya kreasinya yang luar biasa dan keturunan Set tentunya sama kreatifnya tetapi diperkenalkan melalui kriteria khusus, yaitu hubungannya dengan Allah. Keturunan Set melihat bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik, maka diambilnya menjadi istrinya.
Kejadian 6:3,” Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."
2. Roh-Ku tidak akan tinggal selama-lamanya di dalam manusia
Roh-Ku tidak akan selamanya tinggal di dalam manusia,berarti pekerjaan Allah memberi hidup kepada manusia dan akan meninggalkannya. Hal itu menunjukkan bahwa manusia di atas bumi akan binasa oleh air bah. Karena manusia itu adalah daging dapat diterjemahkan di mana manusia menjadi daging dalam hal berdosa. Daging berarti kebusukan manusia, umurnya akan seratus dua puluh tahun saja, bukan berarti umur manusia itu yang seratus dua puluh tahun, tetapi maksudnya adalah setelah seratus dua pulu tahun kemudian aka nada penghakiman air bah.
Kejadian 6:4,” Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.”
3. Orang-Orang Raksasa
Beberapa orang menerjemahkan bahwa orang-orang raksasa itu adalah penyerang-penyerang atau penguasa-penguasa lalim. Dan juga ada yang menafsirkan bahwa orang-orang raksasa itu merupakan iblis seperti dalam kita Ayub, yaitu musuh yang terbelenggu di mana Allah tetap memegang kuasa. Seorang penafsir mengatakan bahwa orang-orang raksasa itu adalah anak-anak yang lahir dari hubungan anak perempuan keturunan Kain dengan anak lelaki keturunan Set.
Kejadian 6:5,” Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,”
4. Kejahatan manusia besar
Ayat ini mengajarkan bahwa anak-anak Allah yaitu keturunan Set yang kudus menjadi bobrok karena saling mengawini dengan keturunan Kain yang tidak mengenal Allah. Dalam ayat ini mengatakan bahwa kejahatan manusia itu besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Hal itu dijelaskan dengan memberikan penekanan pada dosa dan kejahatan hati yang tidak kelihatan.
Kejadian 6:6,” maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.”
5. Menyesallah Tuhan
Sebenarnya Allah tidak menyesal tetapi ini merupakan ungkapan secara anthropomorphisme untuk menunjukkan bahwa kepiluan hati Allah sangat dalam karena kesalahan manusia. Allah menyesal sama dengan kata kesakitan yang akan dialami oleh Hawa saat melahirkan. Kata Allah menyesal dalam kejadian 6:6 merupakan ungkapan disebabkan keternatasan bahasa. Di mana kita tahu bahwa Allah sudah tahu apa yang akan terjadi sebelum manusia itu diciptakan karena Ia adalah Mahatahu. Sebelum bumi diciptakan, Ia sudah menetapkan rencana agung-Nya. Istilah menyesal itu hanya sekadar mengungkakan ketidaksetujuan Allah atas kebobrokan manusia, dan tidaklah berarti bahwa Allah kaget melihat apa yang terjadi pada manusia itu.
Kejadian 6:7-8,” Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka." Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN.” Allah berfirman bahwa Dia akan memusnahkan manusia dari bumi ini, namun tidak semuanyam manusia itu dimusnahkan. Hal itu terjadi karena kalau Allah memusnahkan semua manusia itu maka rencana Allah yang Mahatahu dan Mahakuasa akan gagal. Menurut ayat 8 Allah menyelamatkan seorang yang berkenaan kepada-Nya yaitu Nuh seorang yang tulus hati dan jujur dalam generasinya. Hal itu merupakan penyataan kasih karunia Allah kepada manusia. Di mana seolah-olah penyelamatan kepada Nuh dalam peristiwa ini menggambarkan penyelamatan Yesus Kristus.
KESIMPULAN
Dari kejadian 6:1-8 ini dapat kita ketahui bahwa manusia itu bertambah banyak dan melahirkan anak-anak perempuan dan ketika anak-anak Allah melihatnya maka mereka mengambilnya menjadi istrinya, sesuai kehendak mereka sendiri. Katika manusia itu semakin jahat, Allah berencana untuk memusnahkan mereka, tetapi hal itu tidak terjadi karena jika demikian maka Allah Yang Makatahu dan Mahakuasa akan gagal. Tetapi seorang yang berkenaan kepada-Nya mendapatkan kasih karunia.
Allah yang kita kenal dari perikop ini adalah Allah yang setia pada janji-Nya, di mana Dia berjanji pada nenek-moyang Israel yaitu manusia pertama yang Ia ciptakan bahwa manusia itu akan memenuhi bumi. Dan ketika manusia itu semakin jahat, dan jatuh ke dalam dosa maka Allah menjanjikan keselamatan. Dan hal itu dapat kita lihat dalam Nuh.
B. Pesan Nuh tujuan penyelamatan Nuh dan keluarganya
Nuh dan keluarganya saling merapatkan diri seraya hujan lebat mulai turun dari langit. Bayangkan wajah mereka diterpa sinar pelita yang kadang meredup di tengah kegelapan, mata mereka membelalak sambil mendengar suara air tercurah ke atap dan menghantam sisi-sisi bahtera. Suaranya memekakkan telinga. Saat Nuh memandang wajah semua anggota keluarganya yang tercinta istrinya yang setia dan ketiga putranya yang tangguh beserta istri mereka hatinya pasti dipenuhi rasa syukur. Di saat yang kelam itu, Nuh pasti merasa tenang karena orang-orang yang paling ia sayangi ada bersamanya. Ia pastilah mengajak keluarganya berdoa, memanjatkan rasa syukur dengan suara keras agar mereka bisa mendengarnya di tengah kebisingan.
Nuh punya iman yang besar. Karena iman Nuh itulah, Allah tergerak untuk melindungi Nuh dan keluarganya. (Ibrani 11:7) Namun, apakah mereka tidak perlu lagi beriman setelah hujan mulai turun? Justru sebaliknya, iman mutlak diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan berikutnya. Kita juga membutuhkan iman dalam menghadapi situasi yang penuh gejolak sekarang. Mari kita perhatikan apa yang dapat kita pelajari dari iman Nuh.
1. EMPAT PULUH HARI DAN EMPAT PULUH MALAM
Di luar, hujan terus mengguyur ”selama empat puluh hari dan empat puluh malam”. (Kejadian 7:4, 11, 12) Air terus dan terus bertambah tinggi. Kala itulah Nuh bisa melihat bahwa Allahnya, Yehuwa, melindungi orang yang saleh sekaligus menghukum orang yang fasik. Air Bah menghentikan pemberontakan yang terjadi di antara para malaikat. Karena terpengaruh sikap Setan yang egois, banyak malaikat meninggalkan ”tempat tinggal mereka sendiri” di surga untuk hidup bersama para wanita, sehingga menghasilkan keturunan hibrida yang disebut Nefilim. ( Kejadian 6:4) Setan pastilah tertawa senang sewaktu pemberontakan itu mulai meluas, karena hal itu akan semakin merusak moral manusia, mahakarya Allah di bumi. Tetapi, sewaktu banjir mulai meninggi, para malaikat yang tidak setia itu mau tak mau berubah ke wujud asal mereka dan kembali ke alam roh; mereka tidak bisa lagi menjelma. Mereka meninggalkan istri dan keturunan mereka untuk mati tenggelam bersama seluruh umat manusia.
Sejak zaman Henokh, hampir tujuh abad sebelumnya, Allah telah memperingatkan manusia bahwa Ia akan membinasakan orang-orang yang jahat dan tidak saleh. (Kejadian 5:24; Sejak itu, manusia semakin menjadi-jadi, merusak bumi dan memenuhinya dengan kekerasan. Sekarang, kebinasaan sudah menanti. Apakah hal itu membuat Nuh dan keluarganya senang? Tidak! Allah yang berbelaskasihan juga tidak merasa senang. (Yehezkiel 33:11) Allah sudah berbuat sebisa-bisanya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin orang. Ia telah menugasi Henokh untuk memberikan peringatan dan memerintahkan Nuh membangun bahtera. Selama puluhan tahun, Nuh dan keluarganya banting tulang demi menyelesaikan proyek raksasa itu, di depan mata semua orang. Selain itu, Allah menyuruh Nuh untuk menjadi ”pemberita keadilbenaran”. (2 Petrus 2:5) Seperti Henokh, kakek buyutnya, Nuh memperingatkan orang-orang bahwa penghakiman akan menimpa dunia kala itu. Apa tanggapan mereka? Yesus, yang menyaksikan semua peristiwa ini dari surga, belakangan mengatakan tentang orang-orang pada zaman Nuh, ”Mereka tidak memberikan perhatian sampai banjir itu datang dan menyapu bersih mereka semua.”Matius 24:39.
Bayangkan bagaimana keadaan Nuh dan keluarganya selama 40 hari setelah Allah menutup pintu bahtera. Seraya gemuruh hujan terus terdengar hari demi hari, delapan orang itu kemungkinan mulai terbiasa dengan rutin yang baru memerhatikan kebutuhan satu sama lain, merawat tempat tinggal mereka, dan mengurus semua binatang di kandang. Namun suatu hari, bahtera besar itu mulai berguncang dan bergeser. Bahtera itu bergerak! Terayun-ayun di air yang semakin banyak, bahtera itu terus terangkat hingga ”mengapung tinggi di atas tanah”. (Kejadian 7:17) Ini pasti bukti yang luar biasa dari kekuatan Allah yang Mahakuasa.
Nuh pasti tak henti-hentinya bersyukur bukan hanya karena ia dan keluarganya selamat, tetapi juga karena Allah telah berbaik hati menggunakan mereka untuk memperingatkan orang-orang yang mati di luar sana. Selama bertahun-tahun, kerja keras mereka tampaknya tidak membuahkan hasil. Orang-orang sangat tidak acuh! Renungkanlah Nuh bisa jadi punya kakak, adik, dan keponakan yang masih hidup sebelum Air Bah; namun, hanya istri, anak, dan menantunya yang mendengarkan dia. (Kejadian 5:30) Sekarang, di dalam bahtera yang aman, kedelapan orang itu pastilah tidak merasa bersalah ketika mengenang semua waktu yang mereka habiskan untuk memberi tahu orang-orang.
2. DIBAWA DENGAN SELAMAT MELALUI AIR
Bahtera itu terombang-ambing di lautan yang bergelora. Mereka yang ada di dalamnya pasti mendengar derit dan gemeretak kayu-kayu saling bersahutan. Apakah Nuh takut dengan ombak yang besar atau khawatir bahtera itu tidak cukup kokoh? Tidak. Orang skeptis dewasa ini mungkin saja tidak yakin, tetapi Nuh berbeda. Alkitab mengatakan bahwa Nuh membangun bahtera ”karena beriman”. (Ibrani 11:7) Beriman pada apa? Yehuwa telah berjanji kepada Nuh bahwa ia dan semua yang ikut bersamanya akan diselamatkan dari Air Bah. (Kejadian 6:18, 19) Apakah Pribadi yang menciptakan alam semesta, bumi, dan semua makhluk hidup sanggup menjaga agar bahtera itu tidak pecah? Pasti! Kepercayaan Nuh akan janji Yehuwa tidak salah tempat. Nyatanya, ia dan keluarganya ”dibawa dengan selamat melalui air”.1 Petrus 3:20.
Setelah genap 40 hari dan 40 malam, hujan akhirnya reda. Dalam kalender kita, saat itu sekitar Desember 2370 SM. Namun, petualangan keluarga Nuh di dalam bahtera sama sekali belum berakhir. Kotak kayu yang penuh dengan makhluk hidup itu terapung sendirian di lautan yang memenuhi seluruh bumi, mengambang di atas puncak-puncak pegunungan yang telah terendam air. (Kejadian 7:19, 20) Kita bisa membayangkan Nuh bersama ketiga putranya Sem, Ham, dan Yafet bekerja keras untuk memastikan semua binatang tetap kenyang, bersih, dan sehat. Tentu saja, Allah yang telah menjinakkan semua hewan liar untuk masuk ke bahtera pasti juga sanggup membuat mereka tetap tenang selama berada dalam bahtera.
3. KELUARLAH DARI BAHTERA ITU
Akhirnya, perintah Yehuwa pun turun. Ia memberi tahu Nuh, ”Keluarlah dari bahtera itu, engkau bersama istrimu serta putra-putramu dan istri putra-putramu.” Dengan patuh, keluarga itu keluar, diikuti semua binatang. Mereka keluar dari bahtera itu”. (Kejadian 8:15-19) Nuh beserta keluarganya menjejakkan kaki di tanah yang kering, menghirup udara pegunungan yang segar, dan memandang Pegunungan Ararat. Di hadapan mereka terbentang bumi yang telah dibersihkan. Lenyap sudah kaum Nefilim, kekerasan, para malaikat pemberontak, dan masyarakat yang jahat. Inilah kesempatan bagi manusia untuk memulai lembaran baru Nuh tahu harus berbuat apa. Hal pertama yang ia lakukan adalah beribadat. Ia mendirikan sebuah mezbah dan mengambil beberapa ekor binatang yang Allah anggap tidak haram yang setiap jenisnya dibawa ke dalam bahtera sebanyak ”tujuh” ekor untuk dipersembahkan sebagai korban bakaran kepada Allah. (Kejadian 7:2; 8:20) Apakah Allah senang?
Alkitab menjawab dengan kata-kata ini, ”Allah mencium bau yang menenangkan.” Kepedihan yang menyesakkan hati Allah sewaktu manusia memenuhi bumi dengan kekerasan kini tergantikan dengan perasaan tenang dan tenteram karena melihat sebuah keluarga yang setia di bumi bertekad untuk melakukan kehendak-Nya. Yehuwa tidak mengharapkan mereka sempurna. Ayat yang sama melanjutkan, ”Hati manusia itu jahat sejak masa mudanya.” (Kejadian 8:21) Perhatikanlah bagaimana Yehuwa kemudian menyatakan kesabaran dan keibaan hati-Nya kepada manusia.
Allah membatalkan kutukan atas tanah. Sewaktu Adam dan Hawa memberontak, Allah telah mengutuk tanah, sehingga bercocok tanam menjadi luar biasa sukar. Lamekh menamai putranya Nuh, kemungkinan berarti ”Istirahat”, atau ”Penghiburan”, dan menubuatkan bahwa putranya akan membebaskan manusia dari kutukan itu. Nuh pastilah bersemangat sewaktu menyadari bahwa ia akan melihat nubuat itu digenapi dan bumi akan lebih siap menumbuhkan benih yang mereka tanam. Tidak mengherankan, Nuh langsung bekerja sebagai petani (Kejadian 3:17, 18; 5:28, 29; 9:20.)
Nuh dan keluarganya keluar dari bahtera ke bumi yang telah dibersihkan Pada saat yang sama, Allah memberi semua keturunan Nuh beberapa hukum yang jelas dan sederhana untuk menuntun kehidupan mereka termasuk larangan membunuh dan menyalahgunakan darah. Allah juga mengadakan suatu perjanjian dengan umat manusia. Ia berjanji tidak akan pernah lagi mendatangkan banjir untuk membinasakan semua makhluk hidup di bumi. Sebagai jaminan, Yehuwa memperkenalkan suatu fenomena alam yang memukau, yaitu pelangi. Sampai hari ini, setiap pelangi yang kita lihat mengingatkan kita akan janji Allah yang pengasih dan menghibur (Kejadian 9:1-17).
Pesan
Sejak zaman Nuh sampai sekarang, Allah tetap sama. (Maleakhi 3:6) Yesus Kristus menjelaskan bahwa zaman kita sekarang sangat mirip dengan ”zaman Nuh”. (Matius 24:37) Masa hidup kita yang sarat dengan kesengsaraan akan segera berakhir dengan dibinasakannya dunia yang bejat ini. Dewasa ini, umat Allah juga sedang menyampaikan peringatan kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Apakah Anda mau menanggapinya? Jika Anda telah menerima berita kebenaran yang menyelamatkan kehidupan, maukah Anda ikut membagikannya kepada orang lain? Nuh dan keluarganya menjadi teladan bagi kita semua. Di mana, ketika Allah berencana untuk memusnahkan manusia itu dari bumi karena kejahatannya, Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh. Sehingga Nuh dan keluarganya diselamatkan karena anugerah Allah. Dan pada masa sekarang ini, dapat kita lihat bahwa janji Allah itu digenapi dalam diri Yesus Kristus di mana Yesus memberikan keselamatan bagi manusia berdosa. Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan manusia. Di mana Yesus Kristus rela mati di kayu salib demi menebus manusia berdosa.
Seperti Nuh, kita perlu tetap setia walaupun menghadapi berbagai problem. Kendati orang-orang di sekeliling kita mengabaikan Allah yang benar atau bahkan berhenti melayani-Nya, kita perlu terus bertekun seperti Nuh. Allah sangat menghargai ketekunan dan kesetiaan kita. Seperti yang Yesus Kristus katakan, ”Dia yang telah bertekun sampai ke akhir adalah orang yang akan diselamatkan.”
Soal
1. Jelaskan tujuan penyelamatan Nuh dan keluarganya
Jika ada hal yang perlu ditanyakan silahkan menghubungi guru mata pelajaran 085333885287 (Ibu Leny)
Comments