top of page
Writer's picturesmtk kotakupang

Etika Kristen XII (Isu-Isu Pendidikan Kontemporer)




MATERI PEMBELAJARAN

Mata pelajaran : Etika Kristen

Kelas/Semester : XII/ Ganjil

Pertemuan : 8

Materi Pokok : Isu-Isu Pendidikan Kontemporer

ISU-ISU PENDIDIKAN KONTEMPORER YANG BERKEMBANG DI INDONESIA

  • Masalah di Bidang Pendidikan

Ada beberapa sistem di indonesia yang telah dilaksanakan, diantaranya adalah sebagai berikut. Sistem pendidikan yang berorietasi pada nilai Sistem pendidikan ini diterapkan sejak SD. Disini peserta didik diberikan pengajaran pengenai kejujuran, tenggang rasa, dan kedisiplinan. Nilai ini disampaikan melalui pelajaran PKN, bahkan nilai ini juga disampaikan pada tingkat pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Sistem pendidikan terbuka Menurut sistem pendidikan ini, peserta didik dituntut untuk dapat bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif.

· Sistem pendidiakan beragam

Di Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, daerah, dan budaya yang terdiri dari pendidikan formal, non formal, dan informal. Sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu Di dalam kegiatan belajar mengajar, waktu di atur sedemikian rupa agar peserta didik tidak merasa terbebani dengan mata pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau sebaliknya. Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman Dalam sistem pendidikan ini, pemerintah harus menyesuaikan kurikulum dengan keadaan saat ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan atau pergantian dari waktu ke waktu sehingga sekarang Indonesia menggunakan kurikulum 2013.

· Pemerataan Pendidikan

Indonesia saat ini masih mengalami masalah di bidang pemerataan pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang masih didominasi oleh kaum menengah ke atas sehingga ada beberapa kaum menengah ke bawah yang tidak bisa merasakan pendidikan. Karena hal inilah muncul kesenjangan antara pendidikan di Kota dan di Desa terutama di daerah perbatasan dan di luar pulau Jawa. Dengan demikian, untuk mewujudkan hal tersebut maka pemerintah harus membuat atau mengambil kebijakan yang tepat, seperti adanya kebijakan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan mulai dari SD hingga SMP dengan pemerataan tenaga pendidik di setiap daerah.

  • Kualitas atau Mutu Pendidikan

Permasalahan yang paling mendasar dalam pendidikan adalah masalah mutu pendidikan. Karena pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tenaga pendidikan yang mengajar namun tidak sesuai dengan bidangnya. Selain itu, tingkat kejujuran dan kedisiplinan peserta didik juga masih rendah. Contohnya, ketika sedang mengikuti ujian Nasional peserta didik melakukan kecurangan dengan memilih jawaban secara instan. Misalnya, dengan membeli kunci jawaban UN. Oleh karena itu, mutu pendidikan harus diperbaiki dengan membuat kebijakan yang berupa peningkatan mutu pendidik. Semua itu dilakukan dengan cara mengevaluasi ulang tenaga pendidik agar sesuai dengan syarat untuk menjadi pendidik. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan sarana dan prasarana di sekolah, seperti memperbaiki fasilitas gedung dan memperbanyak buku. Pendidikan sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan, maka bangsa tersebut akan tertinggal dengan bangsa lain. Seperti halnya Indonesia, pendidikan merupakan salah satu upaya yang dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain khususnya bangsa-bangsa ASEAN. Maka dari itu, pendidikan Indonesia harus diperbaiki, baik dari segi sistem pendidikan maupun sarana prasarana.

· Biaya Pendidikan

Keadaan ekonomi di Indonesia yang semakin terpuruk berdampak pula pada pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak bisa merasakan pendidikan karena biayanya yang mahal. Maka dari itu, agar bansa Indonesia tidak semakin terbelakang, pemerintah mengeluarkan dana BOS, yang diberikan pada peserta didik di SD dan SMP. Hal ini dilakukan dengan membebaskan biaya SPP atau membuat kebijakan free-school bagi pendidikan dasar. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, diharapkan semua pendidikan dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat yang ada di Indonesia.

· Keadaan Lingkungan Belajar

Keadaan lingkungan belajar di Indonesia juga menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia. Dengan fasilitas yang minim untuk sekolah tertentu memicu terciptanya suasana belajar yang tidak efektif dan efisien. Namun sebaliknya, fasilitas yang terlalu berlebihan juga akan mempengaruhi suasana belajar sehinggu muncul penyimpangan. Misalnya, terjadinya kekerasan dan kejahatan seksual di lingkungan sekolah seperti Pemukulan guru oleh orang tua siswa di Makasar dan Kejahatan seksual yang terjadi di JIS.

· Kebijakan Pemerintah

Kebijakan yang diambil pemerintah terutama menteri Pendidikan dan Kebudayaan beberapa tahun terakhir yang mengalami resafle jabatan mengakibatkan perubahan beberapa kebijakan sehingga mengganggu sistem pendidikan dan kurang efisien dalam melaksanakan beberapa program baru. Kurangnya sosialisasi terhadap program baru juga menjadi permasalahan dalam menyampaikan materi. Seperti halnya : Perubahan KTSP menjadi K-13 Penghapusan Ujian Nasional Diberlakukannya full day school yang masih menjadi pro kontra dari beberapa pihak.

· Pihak yang Terkait

Pihak yang terkait dalam problematika pendidikan di Indonesia yaitu, Kesejahteraan guru yang relatif rendah terutama guru honorer, Rendahnya perhatian orang tua terhadap pentingnya pendidikan untuk anak, Kemauan anak terhadap pendidikan yang rendah, Keadaan lingkungan sekolah yang tidak mendukung.

Tantangan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Masa Kini di Ranah Formal

Kesadaran akan kekinian zaman dalam konteks tantangan pendidikan dan pengajaran, sepatutnya secara reflektif membawa juga kesadaran dari pihak pemimpin dan pendidik Kristen akan adanya tantangan pendidikan dan pengajaran kristiani, yang pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya dalam rangka menunaikan misi Amanat Agung Tuhan Yesus..

Pada era globalisasi ini, jelaslah bahwa pengaruh filsafat humanistik telah menyebar dan berdampak pada sekolah-sekolah Kristen, bahkan perguruan tinggi Kristen. Dikatakan oleh Chadwick bahwa memang pendidikan Kristen semakin sekuler, yaitu pendidikan digambarkan sebagai kekristenan yang berlapis cokelat. Maksudnya adalah, keseluruhan praksis pendidikan di sekolah Kristen telah dibangun di atas basis filosofi pendidikan sekuler, cuma telah ditambahkan dengan program-program pendidikan Kristen, seperti: kebaktian sekolah di tengah minggu, saat teduh setiap pagi, pelajaran khusus agama Kristen, retret tahunan, dan lain-lain. Dengan demikian, program-program pendidikan Kristen ini tidak mewarnai seluruh dinamika kehidupan dan proses belajar-mengajar, baik dalam diri para murid maupun para gurunya. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa sekolah-sekolah Kristen tersebut hampir tidak berbeda dari sekolah-sekolah umum. Lebih lanjut, Chadwick menyatakan bahwa banyak sekolah Kristen, baik di level sekolah dasar maupun sekolah menengah, bahkan perguruan tinggi pun, sekadar menyandang nama Kristen saja. Pada umumnya, lembaga pendidikan Kristen ini lebih menjalankan praksis pendidikannya dengan menekankan prestasi akademis semata, keunggulan lulusan yang berhasil melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi bergengsi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kenaikan peringkat sekolah dalam persaingan lokal-nasional-internasional, fasilitas perangkat keras dan lunak yang makin lengkap dan canggih, dan lain sebagainya. Hal serupa terjadi dalam praksis pendidikan, mungkin di kebanyakan perguruan tinggi Kristen.

Sepanjang tolok ukur pendidikan Kristen berorientasi pada sukses akademis, permasalahan berikutnya yang akan muncul sebagai konsekuensi logisnya adalah terjadinya persaingan yang kurang sehat di antara lembaga pendidikan Kristen. Fenomena ini terlihat jelas dari semakin berlombanya kegiatan open house yang dijadwalkan makin awal -- baru saja dilakukan penerimaan siswa baru, beberapa bulan kemudian sudah digelar open house lagi. Pasca open house, orang tua yang berhasil mendaftarkan anaknya akan dituntut untuk segera membayar dana pembangunan, sekalipun memang ada beberapa sekolah yang memperbolehkan orang tua untuk mencicil sekian kali. Sangatlah tidak heran bila ada sebutan bahwa akhir-akhir ini, lembaga pendidikan Kristen tertentu lebih cenderung berorientasi bisnis daripada misinya.

Menjawab semua tantangan ini, sebenarnya para pemimpin gerejawi yang semula menjadi pendiri hendaknya berpartisipasi secara aktif dengan cara merumuskan ulang filosofi pendidikan kristiani. Tindakan ini benar-benar perlu diambil karena filosofi pendidikan berfungsi sebagai kemudi yang akan mengarahkan dan menentukan tujuan dan totalitas kurikulum dari proses belajar-mengajarnya. Dengan demikian, nama atau identitas "Kristen" tidak akan menjadi nama tanpa makna. Filosofi pendidikan Kristen berisi tentang pernyataan-pernyataan dari prinsip-prinsip dasar yang esensial, yang mendasari praksis pendidikan Kristen secara komprehensif di lapangan. Beberapa prinsip dasar tersebut di antaranya adalah: (1) meyakini dan menjunjung tinggi Alkitab sebagai kebenaran mutlak, karena Alkitab adalah penyataan Tuhan secara tertulis; (2) meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sehingga pendidikan Kristen diawali dengan keselamatan/hidup baru di dalam Kristus; (3) meyakini bahwa setiap murid adalah ciptaan Allah menurut gambar dan rupa Allah, yaitu sebagai ciptaan yang sangat baik di hadapan-Nya, tetapi yang telah jatuh ke dalam dosa; (4) meyakini bahwa lulusan yang pandai/berhikmat tidaklah diukur dari kepemilikan ilmu pengetahuan natural yang tanpa pengenalan akan Kristus sebagai hikmat Allah yang sejati. Tanpa Kristus, hikmat manusia adalah kebodohan; (5) meyakini bahwa sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang hadir sebagai mitra keluarga.

Tantangan lain yang bersifat spesifik terkait dengan salah satu elemen penting dalam pendidikan dan pengajaran, yakni: kurikulum. Pada umumnya, lembaga pendidikan formal sering kali kurang atau bahkan tidak mengkritisi kurikulumnya, seakan tidak ada pihak yang mempertanyakan filosofi yang mendasarinya, padahal jelas bahwa tidak ada kurikulum yang hampa filosofi atau ideologi tertentu. Jika dikaitkan dengan elemen metodologi, fungsi kurikulum terkait erat dengan metodologi, bagaikan "sebuah panah dengan busurnya" yang dipakai seorang pemanah untuk membidik sasaran. Gambaran ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah salah satu alat utama untuk mewujudkan tujuan akhir dalam bentuk profil peserta didik yang akan dihasilkan. Akibatnya, jika suatu lembaga pendidikan didasarkan pada filosofi pendidikan yang bersifat "sekuler", secara otomatis kurikulum pendidikannya akan berisi tentang ilmu-ilmu pengetahuan yang diperoleh dari kajian empiris yang secara teologis disebut sebagai kebenaran yang natural.

Pendidikan umum tanpa transformasi spiritualitas di dalam Kristus tidak dapat menyelesaikan masalah manusia terkait kegelapan hati yang penuh dosa dan yang cenderung jahat, bahkan sejak kecilnya.

Pada saat kurikulum dibangun di atas dasar falsafah pendidikan yang mengesampingkan kebenaran supranaturalisme, profil alumni yang akan dihasilkan mungkin saja menunjukkan prestasi yang unggul dan siap bersaing pada era globalisasi ini, tetapi janganlah lupa bahwa kesuksesan akademis dan keterampilan bekerja itu tidak dibarengi dengan pembaruan hati sebagai inti kehidupan seseorang. Para alumni akan berkiprah sebagai kaum profesional yang mungkin saja menjadi pelaku kejahatan berkerah putih. Mengapa demikian? Pendidikan umum tanpa transformasi spiritualitas di dalam Kristus tidak dapat menyelesaikan masalah manusia terkait kegelapan hati yang penuh dosa dan yang cenderung jahat, bahkan sejak kecilnya (Kejadian 6:5; Kejadian 8:21). Palmer mengungkapkan kondisi ini dalam pribadi orang-orang yang berpendidikan tinggi masa kini -- yaitu bahwa mereka ini berkompetensi untuk berfungsi dalam masyarakat yang bercirikan teknologi, tetapi mereka dikuasai oleh kegelapan batin yang sejak awal penciptaan menguasai diri Adam dan Hawa. Jika fakta ini terus tidak disadari, atau disadari tetapi dibiarkan oleh para pemimpin Kristen dan para tokoh pendidikan Kristen, secara langsung atau tidak langsung kita semua mendukung lembaga-lembaga pendidikan Kristen sebagai wadah pendidikan yang sedang mencetak para penjahat terdidik (educated gang).

Bersyukur bahwa ternyata Tuhan membangkitkan sekian tokoh pendidikan Kristen untuk mengatasi tantangan global dari pendidikan Kristen. Pada tahun 90-an, ada beberapa asosiasi pendidikan di Amerika yang bertekad untuk mempromosikan nilai-nilai kristiani melalui program sertifikasi para pendidik Kristen, bahkan sampai taraf akreditasi lembaganya. Salah satu di antara asosiasi ini telah berkarya dan terus mengembangkan sayapnya dalam skala internasional, yaitu: Association of Christian Schools International (ACSI). Sampai sekarang, asosiasi ini telah menjangkau sebanyak kurang lebih 150 negara di seluruh manca negara, termasuk di Indonesia. Di setiap negara, ada basis penyelenggaranya yang dipimpin oleh seorang direktur sebagai pengelola dan penyelenggara semua program pendidikannya, bahkan termasuk semua distribusi literatur pendidikan Kristen yang memuat kurikulum yang mengintegrasikan iman dan ilmu. Asosiasi ini telah memberikan kontribusi sangat berarti, khususnya dalam membangun pendidikan Kristen yang berbasis Alkitab, yang dijabarkan dalam lima elemen penting di bawah ini:

Elemen pertama adalah Kebenaran. Huruf "K" besar merujuk pada Kebenaran firman Allah sebagai kebenaran mutlak yang dinyatakan Allah dalam Alkitab untuk melawan paham relativisme. Alkitab berfungsi sebagai fondasi pendidikan Kristen. Melalui Alkitab, peserta didik belajar bahwa mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang berharga dan selayaknya juga menghargai orang lain. Melalui Alkitab juga, berita keselamatan disampaikan kepada peserta didik agar mereka mengalami lahir baru sebagai awal dimulainya pendidikan kristiani. Melalui program pemahaman Alkitab, peserta didik dibimbing untuk lebih memahami dan menaati firman Tuhan.

Elemen kedua adalah Integrasi Alkitab dalam pemahaman dan penerapan integrasi iman dan ilmu. Mengingat bahwa tidak ada kurikulum yang bebas nilai, maka upaya integrasi Alkitab dilakukan untuk mengajarkan bahwa seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah di mana pun didapatkannya -- termasuk di dalam setiap disiplin ilmu. Dengan menegakkan integrasi Alkitab, peserta didik diajarkan bahwa seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah sehingga seluruh kebenaran yang diperoleh dari disiplin ilmu mana pun seharusnya merefleksikan kehadiran dan karya-Nya, dan pada akhirnya, setiap ilmuwan akan memuliakan keagungan Penciptanya. Alkitab berfungsi untuk memberikan perspektif dalam mengembangkan cara pandang kristiani. Tanpa integrasi iman dan ilmu, lembaga-lembaga pendidikan Kristen secara eksplisit sedang mempromosikan sekularisme dan naturalisme yang mengarahkan peserta didik lebih memercayai kebenaran yang bersifat ilmiah (natural) daripada kebenaran Alkitab (supranatural).

Elemen ketiga adalah staf yang seluruhnya Kristen. Staf yang dimaksud terdiri dari para guru, administrator, dan karyawan Kristen. Mereka adalah jajaran pendidik dan nonpendidik yang bukan hanya mengaku Kristen dan mengenal Kristus, melainkan juga menghadirkan gaya hidup kristiani yang akan dicontoh oleh peserta didik.

Elemen keempat adalah potensi di dalam Kristus. Sekolah Kristen sebagai lembaga pendidikan kristiani hendaknya menggali potensi setiap individu anak didik sebagai orang yang telah ditebus oleh Kristus, maka seluruh potensi hendaknya dimaksimalkan berdasarkan sistem nilai kekal. Tujuan akhir pendidikan bukan aktualisasi diri yang berorientasi kepada diri sendiri, melainkan desentralisasi diri yang berorientasi pada sesama dan Tuhan.

Elemen kelima adalah praktik organisasional. Seluruh kegiatan operasional dan kebijakan didasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran yang alkitabiah. Orang tua adalah mitra pendukung sekolah yang selalu menjalin hubungan saling membantu dengan para guru. Alangkah baiknya bila ada orang tua yang juga duduk di yayasan sekolah dalam rangka turut menjaga arah dan kualitas pendidikan yang kristiani.

Membagikan kelima elemen ini kepada semua sekolah Kristen dalam konteks Indonesia merupakan suatu perjuangan tersendiri karena tidak semua sekolah Kristen menyambut kehadirannya dan bersedia untuk dibantu dalam menyelaraskan identitas dan praksisnya. Tentu saja banyak kendala di lapangan, selain biaya, kesibukan para guru, keterbukaan pihak yayasan, dan lain sebagainya. Namun, suatu hal yang menggembirakan adalah bahwa semakin banyak sekolah telah menyadari peran penting dari ACSI, baik dalam program sertifikasi pendidik maupun sertifikasinya. Namun, barangkali tantangan yang masih perlu diatasi adalah menjangkau dan memperlengkapi para anggota yayasan sebagai perumus kebijakan makro dari sekolah dan perguruan tinggi Kristen, agar benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan Kristen yang sejati (education that is truly Christian).

Tantangan pendidikan Kristen di Indonesia masa kini di ranah formal masih cukup memprihatinkan. Sebuah gambaran faktual yang disampaikan melalui sebuah seminar Pendidikan Kristen pada 12 Desember 2011 di Universitas Kristen Maranatha, Bandung, -- dengan pembicara David Yohanes Chandra (Ketua Majelis Pendidikan Kristen Indonesia) dan Jonathan L. Parapak (Rektor Universitas Pelita Harapan), bahwa sekian sekolah Kristen di Indonesia sudah ditutup. Berdasarkan sebuah ground research, dinyatakan bahwa keunikan/ciri khas pendekatan dan terapan pendidikan Kristen sudah tidak ditemukan lagi. Artinya, kekristenan sudah ditinggalkan. Lebih buruk lagi adalah bahwa di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Manado, Jawa Tengah, dan lain-lain, ada sekian sekolah sudah ditutup dan sekian sekolah secara radikal telah menghapus label/nama sekolah Kristen dan menggantinya dengan nama sekolah umum. Penyebabnya tentu saja cukup banyak, di antaranya adalah faktor biaya yang tinggi, jumlah pendaftaran siswa baru yang makin menurun, dan banyak yang "terjebak" dalam spirit pragmatisme dan sekularisme. Mengatasi problema besar seperti ini, UPH telah berinisiatif untuk melakukan take over beberapa sekolah selama periode empat belas tahun untuk pembenahan. Pada akhir periode ini, sekolah-sekolah ini akan diserahkan kembali kepada lembaga-lembaga penyelenggara semula. Inisiatif seperti ini sungguh sangat baik untuk diikuti oleh lembaga-lembaga Kristen lain atau universitas-universitas Kristen lainnya yang terbeban mengatasi tantangan sekolah-sekolah Kristen yang sedang membutuhkan bantuan.

Tugas catat dan pelajari kembali materi


Tugas

Catat hal-hal penting yang terdapat pada materi di atas, jika ada hal yang belum jelas silahkan menghubungi guru mata pelajaran 085338379978 (Pak Simri)

293 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page