top of page
Writer's picturesmtk kotakupang

IPAL XII (Surat Filipi)



Materi pelajaran Mata pelajaran : IPAL Kelas/semester : XII/Ganjil Alokasi waktu : 4 Jam Pelajaran Materi Pokok : surat Filipi Hidup Yang Berpadanan Dengan Injil (Filipi 1:27-30)

Surat kepada jemaat di Filipi ditulis oleh Paulus pada saat ia berada di dalam penjara (1:12-13). Bukan hanya itu, Paulus juga tidak tahu secara persis bagaimana akhir dari perkaranya, entah ia akan dihukum mati atau dibebaskan (1:20-26). Di tengah situasi yang serba tidak menentu seperti ini, ia menasihati jemaat Filipi untuk hidup berpadanan dengan injil. Nasihat yang diberikan di dalam situasi semacam ini jelas tidak boleh disepelekan, apalagi 1:27-30 merupakan bagian pertama dari serangkaian nasihat di 1:27-4:9.

Dalam teks Yunani, Filipi 1:27-30 merupakan kalimat tunggal yang terdiri dari satu induk kalimat di ayat 27a dan dilengkapi dengan beberapa anak kalimat di ayat 27b-30.


Hidup yang berpadanan dengan injil (ayat 27a)

Nasihat untuk hidup berpadanan dengan injil merupakan inti dari ayat 27-30. Nasihat ini merupakan induk kalimatnya. Nasihat ini juga diletakkan di awal. Secara khusus, kata “berpadanan” (axiōs) diletakkan paling depan, sesudah kata “hanya saja” (monon), untuk memberikan penekanan.

Kata axiōs mengandung arti yang lebih mendalam daripada “berpadanan.” Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “layak” (ASV/RSV/NASB/NIV/ESV “worthy”). Orang yang sudah dihidupkan melalui injil sudah sepatutnya menghidupi injil. Perbuatan mereka seharusnya mencerminkan injil. Injil yang mulia terwujud dalam kehidupan yang mulia pula.

Kebalikan dari “hidup yang layak bagi injil” (1:27a) adalah “hidup sebagai seteru salib Kristus” (3:18). Sayangnya, inilah yang seringkali terjadi dengan sebagian orang yang mengaku diri Kristen. Mereka hanya mementingkan diri sendiri, bukan perluasan pekerjaan injil. Mereka terfokus pada hal-hal yang jasmaniah (3:19).

Kata “hidup” di sini juga bukan kata yang biasa digunakan Paulus. Kata kerja politeuomai hanya muncul dua kali di seluruh Perjanjian Baru (Kis 23:1; Flp 1:27). Makna di dalamnya lebih mengarah pada sebuah pola hidup menurut tatanan tertentu. Di tempat lain kata ini dipakai untuk kehidupan yang seturut dengan Hukum Taurat (2 Makabe 6:1; 11:25; 3 Makabe 3:4; 4 Makabe 4:23). Dalam berbagai literatur Yunani kuno kata politeuomai dapat merujuk pada kehidupan seorang warga negara atau keikutsertaannya dalam pemerintahan dengan segala peraturan dan kebijakan yang perlu dibuat.

Berdasarkan kontras dengan “hidup sebagai seteru salib Kristus” (3:18) yang muncul dalam konteks kewarganegaraan surgawi (3:19-20), kita sebaiknya memahami politeuomai sebagai rujukan pada kehidupan yang pantas sebagai warga negara surgawi. Sebagaimana gaya hidup seorang warga negara Romawi terlihat begitu beda dengan gaya hidup seorang budak, demikian pula gaya hidup penerima injil harus berlainan dengan gaya hidup orang lain yang menolak injil. Orang Kristen harus hidup layak dengan injil yang ia percayai.

Wujud kehidupan yang layak bagi injil (ayat 27b-28a)

Dalam banyak kasus kita dapat mengenali kewarganegaraan atau identitas seseorang yang belum kita kenal. Bahasa yang digunakan, anatomi wajah, warna kulit, pakaian yang dikenakan, atau kebiasaan tertentu seringkali menjadi petunjuk yang dapat diandalkan. Nah, bagaimana mengenali seseorang sudah hidup secara berpadanan (layak) dengan injil?

Paulus hanya memberikan satu ciri di bagian ini, yaitu “berdiri teguh dalam satu roh” (stēkete en heni pneumati). Terjemahan LAI:TB sangat tepat di sini. Kata stēkō bukan hanya asal berdiri, tetapi berdiri dengan teguh atau kuat (Rm 14:4; 1 Kor 16:13; Gal 5:1; Flp 4:1; 1 Tes 3:8; 2 Tes 2:15). Bukan hanya keteguhan yang mendapat penekanan di sini, tetapi juga kesatuan. Ide tentang kesatuan muncul dua kali di ayat 27 (“satu roh” dan “sehati sejiwa”).

Satu dalam hal apa? Kesatuan memang bisa terlihat di berbagai konteks, tetapi di ayat 27b-28a Paulus memfokuskan pada satu hal: kesatuan dalam perjuangan demi injil. Dua anak kalimat (partisip) muncul di ayat 27c dan 28a untuk menerangkan kesatuan ini.

Pertama, sehati sejiwa berjuang demi iman yang muncul dari injil (ayat 27c). Kata “berjuang” (synathleō) berarti “bersama-sama berjuang.” Penggunaan kata “sehati sejiwa” (lit. “satu jiwa”) dan “bersama-sama berjuang” secara jelas menunjukkan bahwa Paulus sedang memikirkan jemaat Filipi secara keseluruhan. Ini tentang gaya hidup gereja, bukan hanya perorangan. Perjuangan demi injil adalah tanggung-jawab seluruh jemaat, bukan hanya hamba Tuhan atau tim misi.

Pada saat berjuang bersama-sama, kesatuan harus ditekankan. Seringkali kebersamaan tidak disertai kesatuan. Semakin banyak orang kadangkala identik dengan semakin banyak persoalan. Tidak demikian seharusnya. Kesatuan harus mengikat kebersamaan. Motivasi dalam pemberitaan injil harus seragam; jangan ada yang mencoba mencari keuntungan pribadi dari pemberitaan tersebut (1:15-17). Sikap dalam pelayanan juga perlu diperhatikan; jangan melayani sambil berbantah-bantah dan bersungut-sungut, sehingga tidak menjadi kesaksian bagi orang-orang luar (2:14-16).

Kedua, tidak digentarkan oleh lawan (ayat 28a). Perjuangan demi injil tidak selalu mulus. Begitu pula yang terjadi dengan Paulus dan jemaat Filipi. Ayat 30 menyiratkan bahwa penganiayaan sudah terjadi dan terus-menerus menimpa jemaat Filipi sejak Paulus pertama kali merintis pelayanan di sana (bdk. Kis 16:11-40). Sampai surat ini ditulis pun keduanya tetap menghadapi masalah yang sama. Paulus sedang dipenjarakan karena injil. Jemaat Filipi mendapat tekanan dari lawan-lawan mereka. Dibutuhkan keberanian yang besar untuk tetap berjuang demi injil.

Menariknya, di tengah tantangan semacam ini, Paulus hanya menasihati jemaat untuk tidak gentar. Tidak ada nasihat untuk mengancam, melawan, atau membalas. Tidak ada nasihat untuk berpura-pura baik demi mendapatkan respon yang menyenangkan, misalnya mulut tersenyum tetapi hati mengutuk. Di dalam kekristenan, keberanian tidak identik dengan kekasaran, kesetiaan tidak berkaitan dengan kekerasan, loyalitas tidak berujung pada kriminalitas.


Alasan untuk perjuangan bagi injil (ayat 28b-30)

Dari sisi sintaks, kita tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang dimaksud dengan “semuanya itu” (hētis) di ayat 28b. Apakah Paulus sedang merujuk pada “iman” di ayat 27b (pistis dan hētis sama-sama berjenis kelamin feminin)? Apakah ia memikirkan keseluruhan ayat 27b-28a (lihat LAI:TB)? Ataukah ia hanya memaksudkan keberanian di ayat 28a? Berdasarkan pertimbangan konteks, kita sebaiknya mengikuti LAI:TB. Bukan hanya keberanian jemaat, namun juga penganiayaan yang mereka hadapi. Bukan hanya iman mereka, tetapi juga bagaimana mereka mewujudkan iman itu. Dengan kata lain, Paulus membicarakan tentang penganiayaan yang terjadi sekaligus dengan keberanian jemaat dalam meresponi hal itu.

Mengapa jemaat di Filipi perlu mempertahankan sikap mereka yang bersemangat demi injil dan tidak gentar sedikit pun dengan para lawan?

Pertama, apa yang terlihat hanyalah sebuah tanda (ayat 28b). Kata “tanda” (endeixis) dalam tulisan Paulus mengarah pada “bukti” (Rm 3:25-26; 2 Kor 8:24). Melalui apa yang terjadi, Allah sedang membuktikan sesuatu. Ia bukan Allah yang pasif dan bisu. Ia selalu berintervensi dan menyampaikan pesan tertentu. Hanya saja, kita sendiri yang seringkali buta dan kurang peka.

Di satu sisi, penganiayaan yang dilakukan oleh sekelompok penduduk Filipi secara terus-menerus merupakan tanda kebinasaan. Dalam upaya mereka yang gigih untuk menghancurkan injil ternyata justru akan berbuntut kehancuran bagi jiwa mereka sendiri. Semakin bersemangat perlawanan mereka, semakin dekat kebinasaan mereka.

Di sisi lain, semangat dan keberanian jemaat demi injil merupakan tanda keselamatan. Untuk memberi penegasan, Paulus menutup ayat 28 dengan tambahan: “Ini datangnya dari Allah.” Orang-orang yang sudah diselamatkan melalui injil dapat dikenali melalui perjuangan dan keberanian mereka demi injil. Hanya mereka yang sudah mengalami kekuatan injil yang akan kuat membayar harga demi injil. Hanya mereka yang sudah merasakan keindahan injil yang akan merasakan gairah demi keindahan tersebut.

Kedua, penderitaan demi injil adalah kasih karunia (ayat 29-30). Ayat 29 (“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”) mengajarkan sebuah kebenaran penting: iman dan penderitaan adalah sama-sama kasih karunia Allah. Banyak orang Kristen langsung berani dan siap mengamini bahwa iman adalah pemberian Allah (bdk. Ef 2:8-9), tetapi apakah mereka menunjukkan kesiapan dan keberanian yang sama untuk menyatakan bahwa penderitaan demi kebenaran pun adalah pemberian Allah (bdk. 1 Pet 2:19-20)?

MENELADANI YESUS FILIPI 2:1-11

1. Yesus sebagai Juru Selamat semua pihak mengakui dan mempercayainya.Dia juga sebagai Tuhan artinya yang menguasai hidup dan pemilik hidup juga dimengerti dan ditaati. Berikut ini dalam Filipi fasal 2 dihadap mukakan Yesus sebagai teladan. Urutan ini jangan dibalik dan ditempatkan sebagai nomer satu, Yesus sebagai teladan dan meniadakan dua yang terdahulu.. Kalau Yesus sebagai teladan saja maka kita menempatkan Yesus sejajar dengan tokoh tokoh agama lainnya yang dihormati sebagai teladan yang patut ditiru. Yesus sebagai teladan harus ditempatkan ditempat ketiga setelah kita percaya Yesus sebagai Jurusselamat dan Tuhan.

2. Filipi 2 membahas mengenai masalah kesatuan dan persatuan dalam jemaat dimana ada kecendereungan ancaman perpecahan. Walaupun sudah dipersatukan oleh pengorbanan Yesus dan dibeli dengan darah Kristus yang mahal, anggota jemaat masih hidup dalam dunia dimana kedagingan kadang kadang menonjol. Perasaan lebih tinggi dari yang lain, melihat diri lebih menonjol dan lebih dari itu merendahkan orang lain yang tidak se level dengan dirinya. Dalam suasana yang demikian hidup kesatuan menjadi terganggu. Maka rasul memberi nasehat bagaimaa memelihara kesatuan jemaat untuk mencegah perpecahan

3. Nasehat nasehat praktis diberikan: sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji pujian yang sia sia. Sebaliknya dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari dirinya sendiri , dan janganlah tiap tiap orang memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Fil.2:2-4). Keberhasilan melaksanakan itu semua terletak pada kesediaan segenap anggota jemaat untuk meneladani Kristus. Kristus menjadi figur teladan dari luar dan dari dalam kita bersekutu dengan Yesus yang mati dan bangkit, sehingga hidup Kristus adalah hidup kita. Hidupku bukannya aku lagi tetapi Yesus yang hidup dalam aku (Gal.2:20) TELADAN YESUS

4. Yesus adalah Allah. Ay 6: ‘walaupun dalam rupa Allah’. KJV: ‘being in the form of God’ (ada dalam rupa Allah). 4.1. Kata ‘being’ itu dalam bahasa Yunani adalah HUPARCHON dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan hal itu tidak bisa berubah. Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu ‘being in the form of God’, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah dan ini tak bisa berubah. Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal 3:6 Maz 102:26-28 Yak 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Ia tidak sempurna! 4.2. Juga kalau ay 7 yang mengatakan ‘mengambil rupa seorang hamba’ diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsekwensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam rupa Allah’ haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah. Jadi Yesus adalah sungguh Allah yang menjadi sungguh sungguh manusia yang bias dilihat.

5. Yesus menjadi manusia (ay 6b-7). Ay 6b-7 ini dijadikan dasar suatu ajaran sesat yang disebut Teori Keno-sis, yang mengatakan bahwa Anak Allah mengesampingkan sebagian / seluruh sifat-sifat ilahiNya supaya Ia bisa menjadi manusia yang terbatas. Contoh: Mat 24:36 menunjukkan Yesus tidak maha tahu. Tetapi, Teori Kenosis ini harus kita tolak! Alasannya: • Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (lihat no 1 di atas). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekalipun hanya untuk sementara! • Kalau Teori Kenosis itu benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal istirahat, sementara Yesus bertindak sebagai manusia • Kalau Teori Kenosis itu benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sung-guh Allah dan sungguh-sungguh manusia! Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka penebusanNya tidak bisa mempunyai nilai yang tak terbatas.

KESIMPULAN

Teladan Yesus adalah: • Rendah hati. Tidak egois. Rela berkorban demi orang lain. • Tidak mencari keuntungan diri sendiri dengan ke ilahiannya (contoh tidak memakai kuasa ilahi untuk menjadikan batu sebagai roti ketika Ia lapar sehabis puasa 40 hari 40 malam )

Mengerjakan Keselamatan (Filipi 2:12-13)

Salah satu topik perdebatan seputar doktrin keselamatan (soteriologi) adalah partisipasi manusia dalam keselamatan. Teologi Reformed mengajarkan bahwa keselamatan adalah murni anugerah Allah (Ef 2:8-9). Tidak ada andil manusia sama sekali. Jika demikian, bagaimana kita menafsirkan nasihat Paulus kepada jemaat Filipi agar mereka “mengerjakan keselamatan” (2:12)? Apakah kita boleh hidup sembarangan sesudah diselamatkan?


Kerjakan keselamatanmu (ayat 12)

Jika kita melihat ayat 12-13 secara sekilas pun kita dengan mudah akan menemukan bahwa inti dari bagian ini terletak pada kalimat perintah di ayat 12, yaitu kerjakanlah keselamatanmu. Bagian lain dari ayat 12-13 hanya menjelaskan inti tersebut. Apa yang dimaksud dengan perintah ini? Apakah perintah ini tidak bertentangan dengan ajaran Paulus yang lain tentang keselamatan sebagai anugerah (Rom 3:28; Ef 2:8-9)?

Penyelidikan yang lebih teliti menunjukkan bahwa nasihat ini tidak bertentangan dengan doktrin anugerah. Pertama, kata kerja katergazomai (“kerjakanlah”) sebenarnya lebih bermakna “menyelesaikan” (Ef 6:13), bukan menghasilkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Ayat ini berarti “work out your salvation” (mayoritas versi Inggris), bukan “work for your salvation”.

Kedua, kata “mu” dalam frase “keselamatanmu” dalam bahasa Yunani berbentuk jamak. Pemakaian bentuk jamak ini menunjukkan bahwa Paulus tidak sedang membicarakan keselamatan pribadi-pribadi. Ia sedang membahas keselamatan secara komunal. Ia sebenarnya menasihatkan jemaat di Filipi sebagai sebuah komunitas untuk menunjukkan pola hidup tertentu yang membuktikan bahwa mereka memang sudah diselamatkan. Dalam konteks pasal 2, hal ini berhubungan dengan kasih sesama orang percaya (2:1-4, 14-15; 4:2). Nasihat yang hampir serupa dengan ayat ini terdapat di Filipi 1:27 “hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus”. Dengan menunjukkan diri sebagai komunitas yang punya gaya hidup sesuai Injil, jemaat Filipi akan mampu menjadi teladan bagi orang-orang luar yang memusuhi mereka (1:27-28; 2:15).

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa nasihat untuk mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan nasihat untuk hidup sesuai dengan status yang sudah diselamatkan. Dalam istilah yang lebih sederhana, mengerjakan keselamatan sebenarnya sama dengan hidup sesuai firman Tuhan (ketaatan). Hal ini juga terlihat dari kalimat di ayat 12 “kamu senantiasa taat, karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu”.


Wujud pengerjakan keselamatan (ayat 12)

Dalam bagian ini kita akan melihat tiga macam ketaatan yang dituntut Allah dari kita. Pertama, ketaatan yang konsisten. Di awal ayat 12 Paulus mengatakan “kamu senantiasa taat, karena itu...”. Hal ini jelas merujuk pada konsistensi ketaatan yang sudah ditunjukkan jemaat Filipi mulai dari awal pelayanan Paulus di sana (Kisah Rasul 16) sampai waktu Paulus menulis surat. Ketika ia mulai memberitakan Injil di Filipi, beberapa orang langsung menerima firman itu (Kis 16:14, 32-33). Ketika ia berada di tempat lain, jemaat Filipi tetap mendukung pemberitaan Injil (Flp 4:10, 15-16). Mereka tetap bertahan dengan penganiayaan yang terus-menerus mereka alami (Flp 1:28-30). Ketika Paulus menulis surat ini pun jemaat Filipi telah memberikan bantuan untuk pekerjaan misi (Flp 2:25). Paulus tidak puas hanya pada ketaatan mereka dari dulu sampai sekarang. Ia ingin agar mereka terus mengerjakan keselamatan mereka (taat).

Kedua, ketaatan yang tidak dibatasi situasi apapun. Paulus menambahkan bahwa ketaatan jemaat Filipi harus dilakukan “bukan hanya waktu aku hadir, tetapi terlebih waktu aku tidak hadir”. Dalam sebagian versi Inggris, frase ini dihubungkan dengan “kamu senantiasa taat”, bukan “kerjakan keselamatanmu”. Dari sisi tata bahasa dan konteks surat Filipi, frase tersebut sebaiknya dihubungkan dengan “kerjakan keselamatanmu” (LAI:TB). Pertama, kata Yunani (“bukan”) seringkali dipakai untuk menerangkan kalimat perintah. Dalam ayat ini “kerjakan keselamatanmu” berbentuk kalimat perintah (imperatif), sedangkan “kamu senantiasa taat” merupakan kalimat pernyataan (indikatif). Kedua, ide tentang kedatangan Paulus dalam surat Filipi bukan merujuk pada kedatangannya yang dulu (Kis 16). Kedatangan ini bersifat futuris, seandainya Paulus berhasil bebas dari penjara (1:26 dan 2:23-24). Ia belum tahu apakah ia akan bebas atau dihukum mati (1:20-26), karena itu berpesan pada jemaat Filipi untuk tetap mengerjakan keselamatan (taat) baik ia ada atau tidak ada. Tambahan ini perlu ditegaskan Paulus, karena jemaat Filipi sangat dekat dan mengasihi dia. Mereka bisa terjebak pada ketaatan yang semu, yaitu taat hanya karena faktor Paulus (hamba Tuhan) saja. Ketaatan seperti ini jelas tidak tepat. Hamba Tuhan memang harus menjadi teladan bagi jemaat (1 Kor 11:1; 1 Tim 4:12), tetapi jemaat harus berfokus pada Tuhan (Mat 11:29). Intinya, ketaatan kita tidak boleh dipengaruhi oleh situasi tertentu.

Ketiga, ketaatan yang didasarkan pada hormat pada Allah. Paulus menasihatkan agar jemaat Filipi tetap mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Sekilas konsep ini terkesan aneh, karena dasar ketaatan seharusnya adalah kasih (Mat 22:37-40), bukan ketakutan. Kesan ini akan hilang apabila kita ingat bahwa Allah memang seringkali menghukum umat-Nya agar mereka takut dan taat kepada-Nya. Takut di sini dimaksudkan agar mereka lebih hormat pada kekudusan Allah. Dalam tulisan Paulus, ungkapan “dengan takut dan gentar” muncul beberapa kali dengan makna “hormat”, tanpa selalu melibatkan unsur hukuman. 2 Korintus 7:15 mencatat bahwa Titus diterima jemaat Korintus dengan takut dan gentar. Maksudnya, ia diterima dengan penuh hormat, karena ia mewakili Paulus. Dalam Efesus 6:5 Paulus menasihati para budak agar taat kepada tuan mereka dengan takut dan gentar. Tidak ada ketakutan karena hukuman yang diindikasikan di Efesus 6:5-8. Takut dan gentar berarti dengan sikap hormat. Begitu pula ketaatan kita kepada Allah harus didasarkan pada rasa hormat terhadap kekudusan Allah. Kita taat bukan karena sungkan terhadap orang lain, tuntutan sosial, takut kalau berdosa nanti ketahuan, dan sebagainya. Kita taat karena kita menghormati kekudusan Allah.

Kekuatan untuk mengerjakan keselamatan (ayat 13)

Jenis ketaatan yang dituntut di ayat 12 tampaknya sangat sulit untuk dilakukan, karena itu Paulus menjelaskan rahasia kita bisa melakukan itu (bdk. kata sambung “karena” di awal ayat 13). Rahasianya terletak pada diri Allah. Allah yang mengerjakan kekuatan dari dalam diri kita (energeō). Kata energeō muncul 20 kali dalam PB, 18 di antaranya dipakai oleh Paulus. Arti yang terkandung di dalam kata ini adalah “bekerja dengan penuh kekuatan” (Gal 2:8; 3:5; 5:6; Ef 2:2).


Mengerjakan Keselamatan (Nats : Fil 2 : 12 – 18)

A. Pendahuluan

Ada 2 pandangan tentang keselamatan yaitu Pandangan menurut Aliran Calvinisme dan Arianisme. Salah satu prinsip yang sangat kontroversi dari kedua aliran ini adalah tentang keselamatan yaitu:

1. Calvin berpendapat: Pemeliharaan kekal. Kaum pilihan Allah tidak mungkin kehilangan keselamatan. Tuhan memberi jaminan dalam keselamatan: Satu kali diselamatkan, tetap diselamatkan.

2. Orang yang sudah diselamatkan masih ada kemungkinan jatuh ke dalam dosa dan binasa (kehilangan keselamatan).

Manakah pandangan yang benar?

Tentu manusia bebas untuk menafsirkan kitab suci, tetapi apa yang kita tafsirkan tidaklah boleh menyimpang dari Firman Tuhan. Jika kita mengacu kepada Ef 1:13, 2: 8 – 9, Rm 8 : 39 maka tentu apa yang dikatakan Arianisme tidak benar.

B. ISI

Jika memang benar keselamatan tidak dapat hilang bagaimana dengan orang yang awalnya hidup “didalam” Tuhan pada akhirnya meninggalkan Tuhan? Jawaban yang paling realistis adalah orang tersebut tidak pernah menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidupnya. Apakah setelah menerima keselamatan kita tidak perlu lagi berjuang?

Kita harus tetap berjuang karena keselamatan yang telah kita terima tak ternilai harganya.

1. Arti mengerjakan keselamatan

Kita bisa membedakan pernyataan “Kerjakanlah agar kamu selamat” dengan “Kerjakanlah Keselamatanmu”.

a. Kerjakanlah agar kamu selamat artinya: Kita berusaha untuk memperoleh keselamatan dengan jalan mengerjakan banyak hal (berbuat baik, rajin beribadah, dll)

Tentu hal ini bertentangan dengan Ef. 2: 8 – 9 (Keselamatan bukan hasil usaha kita melainkan anugerah dari Allah).

b. Kerjakanlah keselamatanmu artinya: Sebagai orang yang telah menerima keselamatan maka baik hidup atau mati kita persembahkan untuk kemuliaan Tuhan (Rm. 14 : 8 – 9, Fil. 1 : 21). Jadi, kita melakukan segala sesuatu (berbuat baik, rajin beribadah, dll) bukan supaya selamat, tetapi karena kita telah menerima keselamatan maka kita melakukan semua itu.

3. Bagaimana cara mengerjakan Keselamatan?

a. Senantiasa taat (ay.12)

b. Dengan takut dan gentar (ay.12)

· Takut dalam arti negatif adalah perasaan tidak nyaman (ngeri), misalnya: Saul (1 Sam 17:11).

Salahkah jika ada rasa takut di dalam hati kita? Tentu tidak sebab rasa takut di dalam hati kita akan membuat kita tidak bergantung kepada diri kita tetapi bergantung kepada Tuhan dan menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepadaNya. Sebab Kristus sendiri pernah mengalaminya (Luk 22:44)

· Takut dalam arti positif adalah rasa hormat (segan) oleh karena kita menggunakan akal pikiran dengan baik (Ams 1:7)

c. Mengandalkan Allah (ay.13, bdg Yoh1:12). Artinya dengan kekuatan sediri kita tidak akan pernah mampu melakukan segala sesuatu yang baik di hadapan Tuhan, semua karena kerelaanNya.

d. Mengejakan segala sesuatu tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantahan (ay.14)

e. Tetap berpegang kepada Firman Tuhan (ay.16)

f. Tetap bersukacita (ay.18)


C. Kesimpulan

Sebagai orang yang telah menerima keselamatan marilah kita terus mengerjakan keselamatan kita itu dengan senantiasa hidup seperti yang Tuhan kehendaki. Marilah kita terus berlomba-lomba dalam melakukan yang terbaik menjelang hari Tuhan yang semakin dekat. Walaupun tubuh jasmani kita semakin merosot tetapi biarlah tubuh rohani kita semakin di baharui hari lepas hari, sebab itulah yang akan menjadi bekal bagi kita untuk menghadap takhtaKristus. Tuhan Yesus memberkati kita.


Kebenaran Sejati

Hidup dalam kebenaran sejati ~ Jika kita berkata bahwa kita telah hidup benar, benar itu menurut siapa? Kebenaran bersifat mutlak atau relative? Dalam Teropong Firman Tuhan kali ini kita akan belajar tentang arti kebenaran dan aspek-aspek kehidupan dalam kebenaran.

Hidup dalam kebenaran sejati merupakan tujuan Allah menyelamatkan kita dari dosa. Dosa telah memisahkan manusia dari Allah yang benar. Doa telah membuat manusia secara terus-menerus melanggar kebenaran dan tidak lagi hidup dalam kebenaran.

Arti Kebenaran Apakah “kebenaran” itu? Ini adalah pertanyaan terbesar umat manusia. Kebenaran tidak akan bisa muncul dari diri kita dengan sendirinya, melainkan kemampuan melakukan kebenaran itu berasal dari Bapa Sorgawi yang menolong dan mendukung kita.

Dalam pikiran orang Yahudi, kebenaran lebih difokuskan pada dinamika, perubahan, dan gagasan bahwa kebenaran memuat juga pembentukan karakter orang – dan pemulihan atas dunia. Jadi – khususnya dalam relasi dengan Allah – hakekat kebenaran menjadi berakar pada saat-saat keputusan diambil dalam kehidupan seseorang. Sebuah kata hikmat Ibrani berkata “Meterai Allah adalah Kebenaran” akhir tiga kata dalam Kejadian 2:2, “… pekerjaan penciptaan yang dibuat-Nya itu”. Dengan kata lain, Allah menciptakan realitas “melakukan”, yang harus diartikan bahwa adalah tanggung jawab kita, sebagai ciptaan Allah, untuk menggenapi “karya” ciptaan-Nya. Kebenaran berbicara tentang melakukan sesuatu secar aktif, bukan sekedar keberadaan. Maka “kebenaran” sebenarnya menyangkut dua hal penting. Pertama, adalah suatu keberadaan “dibenarkan” (justified) oleh karya Allah di dalam pengorbanan Tuhan Yesus Kristus (Roma 3:23-24). Kedua, bahwa kita harus menaati pimpinan Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13).

Aspek kehidupan dalam kebenaran Jika kita telah memahami arti kebenaran seperti uraian di atas, maka selanjutnya kita perlu memahami beberapa aspek penting kehidupan dalam kebenaran, yaitu:

1. Mencari kebenaran Ini merupakan kerinduan terdalam yang Allah letakkan dalam hati manusia. Sebelum kebenaran sejati itu ditemukan, manusia akan terus berusaha mencari dan mencari. Pencarian kebenaran banyak dilakukan para ahli filsafat, sehingga ditemukanlah definisi-definisi tentang “kebenaran”.

Alkitab menyatakan bahwa mereka yang lapar dan haus akan kebenaran disebut berbahagia atau diberkati, sebab mereka akan dipuaskan (Mat. 5:6). Alkitab juga menyatakan adanya pernyataan yang identik tentang “kebenaran”, yaitu “Firman-Mu adalah kebenaran” (Yoh. 17:17) dan “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup, …” (Yoh. 14:6).

Itu berarti bahwa pencarian akan kebenaran baru akan berakhir jika kita mengenal Allah yang telah memberikan penyataan atau pewahyuan tentang Diri-Nya di dalam Alkitab, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kebenaran ini bersifat mutlak atau absolute, tidak relatif. Kita harus waspada dengan pemikiran yang menyatakan bahwa kebenaran bisa ditemukan di mana saja, tergantung orang, tempat, atau waktunya. Alkitab justru mengatakan bahwa kebenaran Allah itu mutlak di mana saja, kapan saja, terhadap siapa saja.

2. Hidup dalam kebenaran Setelah kita mengenal kebenaran yang mutlak itu yaitu Alkitab dan pribadi Yesus Kristus, maka kini kita harus hidup dalam kebenaran. Status kita adalah “orang benar” oleh kary apenebusan Yesus Kristus, tetapi proses menjalani hidup dalam kebenaran tetap harus kita lakukan sebagai bentuk ketaatan. Perhatikan perintah Tuhan dalam ayat-ayat berikut ini: • Berpikir benar – “… semua yang benar … pikirkanlah semuanya itu” (Flp. 4:8). • Berkata benar – “… berkatalah benar seorang kepada yang lain …” (Efs. 4:25). • Bertindak benar – “… dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Amos 5:24).

3. Memberitakan kebenaran Sesudah kita mencari dan mengenal kebenaran, hidup di dalamnya, kita juga harus memberitakannya. Kita harus memiliki keberanian dari Tuhan untuk menyatakan kebenaran di mana pun juga, dengan segala resiko. Stefanus memberitakan kebenaran dan ia dirajam batu.

Martin Luther King Jr. menyuarakan kebenaran tentang kesetaraan ras dan ia pun dibunuh. Namun kini Obama yang berkulit hitam bisa menjadi presiden Amerika Serikat. Di Tanah Air, Munir yang menyuarakan kebenaran juga terbunuh, tetapi Negara kita menjadi semakin demokratis. Kita harus menegur rekan kita jika hidup dalam dosa. Kita harus terus menyuarakannya. Selalu akan ada upaya dari pelbagai pihak untuk membungkam kebenaran, tetapi jika kita kemudian diam seribu bahasa, maka banyak orang tidak akan tiba pada kebenaran itu.

Mari kita terus hidup sebagai angkatan orang benar. Kebenaran telah menjadi barang langka. Tetapi jika kita mau terus hidup di dalamnya dan memberitakannya, maka Roh Kudus akan memberikan keberanian dan kekuatan sampai kita tiba di rumah Bapa.

Tugas

Carilah ayat alkitab tentang Hidup Dalam Kebenaran Yang Sejati

88 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page