top of page
Writer's picturesmtk kotakupang

UPAYA PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

MATERI PERTEMUAN KE 3

UPAYA PENEGAKKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)



1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Penghormatan terhadap nilainilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM. Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi manusia dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ideologi, kebudayaan dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu bangsa akan mempengaruhi sikap dan perilaku hidup berbangsa. Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dari bangsa lain. Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentusaja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundangundangan lainnya.

Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain mengacu pada peraturan pundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan - ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang kepada setiap negara. Berkaitan dengan hal tersebut, (Idrus Affandi dan Karim Suryadi) menegaskan bahwa penegakan HAM Indonesia sangat mempertimbangkan dua sebagai berikut:

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, politik harus dipertahankan dalam keadaan apapun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikannya dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa, sehingga merupkan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional.

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM telah melakukan langkah-langkah strategis, diantaranya:

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang- Undang RI Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asas Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat dianggkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.

Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut:

 melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah

 menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi

 menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.

 memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan kepada Komnas HAM. Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.

b. Pembentukan Instrumen HAM.

Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM. Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM adalah:

1. Pada Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab X A yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.

2. Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 ditetapkan sebuah Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.

3. Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.

4. Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

5. Ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak, yaitu:

o Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

o Undang-Undang Republik IndonesiaI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

· Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

6. Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang diratifikasi diantaranya:

· Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1958.

· Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1958.

· Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadapPerempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againtsWomen). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.

· Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

· Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Penyimpanannya serta pemusnahannya (Convention on the Prohobition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxic Weaponsand on their Destruction).

· Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1993.

· Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention). Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998.

· Konvensi organisasi Buruh Internasional No. 87 Tahun 1998 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO (International Labour Organisation) Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom Association and Protection on the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.

· Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999.

· Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998.

· Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial.dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2005.

· Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005.

B. Pembentukan Pengadilan HAM

Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia baik perseorangan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Disamping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.

Secara substantif Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengadopsi Statuta Roma sehingga menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang memiliki Pengadilan HAM. Penegakkan hukum HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat masa lalu di Indonesia di era reformasi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tersebut menyatakan bahwa pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc harus dilakukan dengan Keputusan Presiden (keppres). Lahirya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM meupakan kesuksesan negara memanipulasi dan membiarkan hukum internasional HAM yang diidap hukum HAM di Indonesia, inilah yang mengakibatkan kinerja Komnas HAM dan perangkat peradilan lain, yang mengadili aneka perkara kejahatan kemanusiaan menjadi sia-sia, tidak konstruktif bagi pemajuan HAM di Indonesia.

Proses pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc dalam kaitan terjadinya pelanggaran HAM berat seperti terhadap kasus Tanjung Priok dan Timor Timur telah sesuai dengan ketentuan Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc. Hal mendasar yang membedakan dalam proses pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc antara dua kasus tersebut yaitu, adanya keterlibatan PBB dalam kasus Timor Timur yang mendorong pembentukan Peradilan Internasional akibat ketidakpuasan dunia Internasional terhadap proses peradilan HAM di Indonesia dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Dari beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia, hanya kasus Tanjung Priok dan kasus Timor Timur yang diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad Hoc dan masih banyak yang belum mendapat kejelasan dalam proses hukum dan kalaupun ada hanya diselesaikan melalui pengadilan militer yang terdakwanya para aparat lapangan tanpa menyentuh pelaku utama akibat adanya intervensi terhadap proses persidangan yang tidak independen. Kata kunci: Pembentukan, Pengadilan, HAM.

Soal

1. Sebutkan penegakan HAM Indonesia menurut Pendapat (Idrus Affandi dan Karim Suryadi)

2. Buatlah ringkasan materi dari Vidio yang berisi tentang Upaya Pemerintahan Dalam Penegakan HAM

64 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page