top of page

IPAL X (Kitab Ulangan)


Materi pelajaran Mata pelajaran : IPAL Kelas/Semester : Ganjil Alokasi Waktu : 4 Jam Pelajaran Materi Pokok : Kitab Ulangan Kitab Ulangan

Kitab Ulangan adalah kitab kelima daripada tanakh dan juga kitab Taurat. Dalam bahasa Ibrani, disebut sebagai Devarim ("kata-kata"), dari kalimat permulaan "Eleh ha-devarim."

. Latar Belakang

Sebutan kitab ulangan yang dikenakan kepada kitab yang kelima dari kitan-kitab taurat berasal dari Bahasa ingris, “Deuteronomy” dari betuk Bahasa latin yang mengikuti sebutan dalam Alkitab PL yang berbahas ayunani (LXX), deuteronomion touto di ulangan 17:18, yang berarti “pemberian hukum yang kedua” dalam naskah ibrani yang berarti “ Salinan hukum” kitab ini berhubungan dengan perjanjian Sinai dari kitab keluaran dengan kitab ulangan. Dalam amanat musa menentang generasi yang baru untuk mentaati syarat-syarat perjanjian Sinai dan mengikut Tuhan dengan segenap hati mereka. Pada saat itu musa mendorong Yosua dan seluruh umat itu agar tetap kuat dan berani serta menduduki tanah perjanjian. Yang dimana Allah sendiri yang menopang mereka dan mengalami kelimpahan berkat Allah pada waktu mereka hidup bagi Tuhan di tanah yang baru.

Ul. 1-11 merupakan sebuah pendahuluan berisi tentang pengalaman musa di gunung horeb; Dalam ulangan 12-26 merupakan isi atau batang tubuh mengenai pemusatan tempat ibadah, mengenai binatang yang haram dan halal, di Ul. 27-28 mengenai batu peringatan dan mezbah di gunung ebal dan dua belas ucapan kutuk dan berkat sedangkan di Ul.29-30 yang berisi pembaharuan janji Allah dan bagian yang terakhir 31-34 merupakan tambahan dari Yahwist dan Elohist. Dalam kitab ulangan ini dimana secara keseluruhan adalah karya Deuteronomis. Kasih Allah yang nyata dalam bebrbagai peristiwa penyelamatan dan pemeliharaan Allah.

Tema-tema Kitab Ulangan

A. Mengulang kembali perjalanan Musa (Ul. 1-4)

Disini kita melihat bahwa musa mengulang kembali kepada bangsa Israel tentang tanggung jawabnya untuk melaksanakan berbagai hukum dan mematuhi syarat-syarat janji di Sinai. Dimana musa disini menunjukan amanat-amanat dan tepat pasal pertama ini musa mengambarkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi selama empat puluh tahun, yang di mulai dengan misi para pengintai dan pemberontakan.

Pada bagian ini juga menceritakan bahwa musa memperingati bangsa Israel supaya mereka berkomitmen yang sama yang sudah ada di ucapkan oleh orang tua mereka di gunung Sinai. Salah satu cara Allah untuk menyatakan dirinya ilaha melalui peristiwa-peristiwa sejarah. Dalam PL tindakan Allah yang mendasar ialah penciptaan, tetapi di sini soal tersebut kurang di perhatikan, tetapi focus kitab Ulangan disini bukan pada universal dari Allah, melainkan maksud khususnya Allah kepada umatnya.

Pemilihan bangsa itu, desertai janji-janji pengenapannya yang terwujud berabad-abad kemudian melalui peristiwa keluaran yang perkasa, dan di ikuti pengalaman di pada gurun, menggokohkan Tuhan sebagai pemilih (Ul. 26:5-9, 10:22, 32:15-18).[5] Dalam pasal 1-11 lebih bersifat umum kitab ulangan ini adalah kitab yang mengulang perjanjian yang di buat di gunug Sinai, tidak heranlah bahwa pasal 5 merupakan pengulangan hukum dari keluaran 20 tetapi ada sedikit perbedaan. Kita melihat dalam hukum yang ke empat yaitu hal menguduskan hari sabat yang diharuskan oleh Allah supaya orang Israel di selamatkan dari perbudakan di mesir.

a. Hukum-hukum (5-28)

Dalam perjanjian lama menggambarkan manusia sebagai kemulian yang memahkotai karya penciptaan dan penebusan Allah, Israel dianggap sebagai “bangsa milik” khusus kepunyaan Allah yang telah dipilihnya untuk melayani Dia. Maka pembuat perjanjian ilahi, Tuhan sendiri yang mengikat perjanjian dengan seseorang. Adapun beberapa hal mengenai pernyataan dalam kitab Ulangan mengenai umat manusia, bangsa-bangsa, Israel, dan orang per orang atau induvidu.

a. Penetapan hukum sipil (19:1-22:4)

Dari hukum sipil dalam undang-undang kitab ulangan membicarakan kejahatan yang paling keji dari manusia (19:1-13), yaitu membunuh sesama manusia.

b. Penetapan hukum ibadah (22:5-23:18)

Hukum kesucian (22:5-23:19), baik langsung maupun tidak langsung membicarakan bentuk-bentuk pemisahan dan kepedulian terhadap rasa aman dan berhadap yang tak berdaya. Hal-hal itu membuktikan bahwa Israel perlu mempertahankan kesucian perjanjiannya dan tetap memisahkan diri dari kecemaran: larangan mengenakan pakaian dari lawan jenis (ay. 5).

c. Hukum-hukum yang mengatur bebagai hubungan antara pribadi (23:19-25:19). Kelompok peraturan ini berhubungan dengan hukum sipil dan tumpang tindih pada setiap persoalan (bnd. 21:10-22:4).

d. Penetapan hukum tentang perayaan dan penegasan perjanjian (26:1-15), dokomen pembaruan perjanjian, berpadannan dengan kitab ulangan sendiri, dokumen itu merupakan dasar bagi pemikiran perjanjianitu dan bagi kehidupan di tanha perjanjian sejak itu dan seterusnya, sampai akhir dari pengalaman bangsa Israel.

Peringatan dan narasi selingan (26:16-27:10). Musa memrintahkan bangsa itu melakukan dengan segenap hati dan jiwa. Maka membawa kepada upacara penerimaan dan penegasan perjanjian itu. Walaupun pasti ada upacara seperti di moab, maka musa memerintah Jemaah yang berkumpul dihadapannya untuk mengukir teks perjanjian pada loh-loh batu setelah mereka masuk negeri itu dan membawa batu-batu itu ke sikhem (Ul. 27:4).

B. Perjanjian (29-30)

Setelah membuat perjanjian itu TUHAN dan penerima perjanjian manusia telah di pertimbangkan jadi yang memingkat mereka ialah perjanjian itu.

a. Bentuk perjanjian dalam kitab ulangan

Banyaknya sarjana menemukan ciri-ciri penting perjanjian-perjanjian secara satu bangsa Het dalam kitab ulangan dan dalam peraturan atau tatanan tradisional. Semua unsur penting atau tidak biasanya dari pola perjanjian secular tercakup dalam kitab ulangan.


b. Isi perjanjian dalam kitab ulangan

Kita melihat secara geografis latar belakang kitab ulangan adalah tanah Moab (Ul. 1:5) di seberang Yerikho. Empat puluh tauhun telah berlalu sejak peristiwa keluaran dan kelepasan Israel. Dasar pemahaman kitab ulangan ialah pengakuan bahwa kitab itu bukan sekedar dokumen perjanjian sebagaimana teks pemberuan-perjanjian. Perjanjian itu sudah di adakan di Horeb atau Sinai (1:6, 4:1-2, 5, 10,15,23,33-40).

Musa menceritakan kejadian-kejadian di Horeb (Ul. 1:6-18) dimana TUHAN telah mengingatkan bangsa itu akan janji kepada para leluhur dan telah memerintahkan mereka untuk berangkat dan menduduki tanah perjanjian.persyaratan pada teks perjanjian di ulangan 4:44-26:19. Persyaratan-persyaratan (hukum-hukum) dasar. Peraturan dasar Ul. 4:44-49, oleh pernyataaan ikthisar mengenai keluaran dan Sinai. Istilah dasar dari perjanjian edoth (kesaksian-kesaksian), huqqim (ketetapan-ketetapan), mispatim (keputusan-keputusan).

Dasar dan inti peraturan perjanjian secara keseluruhan terletak pada sepuluh firman (Ul. 10:4), atau sepuluh perintah, yang sebelumnya telah dibicarakan secara mendetail dalam kaitan dengan perjanjian Sinai. Ul. 5:22-11 32 beisi penjelasan tentang perinsip-prinsep dasar dari sepuluh firman, yaitu kesetian kepada Tuhan dan kasih dalam hubungan dengan sesame manusia. Prinsip-prinsip atau firman itu harus di lestarikan melalui penerapan pribadi dan di jadikan pokok pengajaran kateketik terus menerus (ul. 6:6-25).


c. Penyataan mengenai Israel

Bahwa identitas Israel bukan sekedar politis, tetapi pemilihan sebagai satu umat ( Ul. 4:20, 7:6, 14:2, 21, 26:18-19, 33:29). Yang sangat penting ialah pernyatan haru ini engkau telah menjadi umat (am) Tuhan Allahmu (27:9).

d. Penyataan mengenai induvidu

Dalam kitab ulangan dari perjanjian lama kata is biasa untuk menerangkan manusia perorangan, yang dibedakan dari manusia pada umumnya (generik) atau orang banyak (bangsa). Sinomim dari is ialah enos, geber, zakar dan ba’al, ini semua digunakan dalam ulangan yang secara khusus. Istilah is ini tidak termasuk teologis tetapi dugunakan berbeda-beda untuk perorangan dan membedakan laki-laki dan perempuan (25:5, 4:16). Istilah nephes paling sering menjadi peyunjuk atau keterangan untuk orang itu sendiri (4:9, 10:22, 13:7, 24:6-7, 27:25). Istilah leb “hati” dalam watak manusia terletak bidang keinginan dan jauh lebih penting lagi keputusan-keputusan dari kehendak. Hati adalah pusat kehidupan perorangan: diri pribadi yang mempertimbangkan, menanggapi, mengambil keputusan. Istilah Ruah adalah angin atau napas jadi ruah adalah napas yang Tuhan berikan kepada umat manusia Yes. 42:5.[6] Janji merupakan bentuk raja vasal adalah jelas, seperti dilihat melalui analisis perjanjian di Sinai (Kel. 19:4-6).

Perintah utama: kasih kepada Allah.

Yosua Menjadi Pemimpin

MUSA ingin memasuki negeri Kanaan bersama orang-orang Israel. Maka ia bertanya, ’Yehuwa, biarlah aku menyeberang Sungai Yordan, dan melihat negeri yang baik itu.’ Tetapi Yehuwa berkata, ’Cukup! Jangan lagi bicarakan perkara itu!’ Tahukah kau mengapa Yehuwa berkata begitu?

Itu adalah karena apa yang terjadi ketika Musa memukul bukit batu itu. Kau ingat, ia dan Harun tidak membawa kemuliaan kepada Yehuwa. Mereka tidak mengatakan kepada orang-orang bahwa Yehuwalah yang mengeluarkan air dari bukit batu itu. Untuk alasan ini Yehuwa berkata bahwa Ia tidak akan membiarkan mereka memasuki negeri Kanaan.

Maka beberapa bulan setelah kematian Harun, Yehuwa berkata kepada Musa, ’Ambillah Yosua, dan suruhlah ia berdiri di depan imam Eleazar dan segenap umat. Dan di depan mata mereka semua, katakanlah kepada semuanya bahwa Yosua adalah pemimpin yang baru.’ Musa melakukan apa yang Yehuwa suruh, seperti yang kaulihat pada gambar.

Kemudian Yehuwa mengatakan kepada Yosua, ’Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. Engkau akan membawa orang Israel ke negeri Kanaan yang telah Kujanjikan kepada mereka, dan Aku akan menyertaimu.’

Belakangan Yehuwa menyuruh Musa untuk naik ke atas puncak Gunung Nebo di dataran Moab. Dari atas sana Musa dapat menatap ke seberang Sungai Yordan dan melihat Kanaan negeri yang indah. Yehuwa berkata, ’Inilah negeri yang Kujanjikan untuk diberikan kepada anak-anak Abraham, Ishak dan Yakub. Aku mengizinkan engkau melihatnya, tetapi Aku tidak mengizinkan engkau memasukinya.’

Di sana di puncak Gunung Nebo Musa meninggal. Ia berumur 120 tahun. Ia masih kuat, dan matanya masih baik. Orang-orang sangat sedih dan menangis karena Musa telah mati. Tetapi mereka senang karena mempunyai Yosua sebagai pemimpin mereka yang baru.

Memahami Makna Persembahan

Ada begitu banyak warga jemaat yang menanyakan tentang: Persembahan yang benar itu yang bagaimana? Pada satu sisi pertanyaan-pertanyaan ini menyenangkan, karena tersirat adanya semangat untuk mempersembahkan secara bertanggungjawab. Namun di sisi lain, juga sedikit merisaukan, mengapa? Karena sudah begitu lama kita hidup sebagai orang percaya, tetapi mengapa sesuatu yang seharusnya sudah menjadi bagian atau bahkan identitas setiap orang percaya, ternyata masih menjadi pertanyaan. Apakah hal ini disebabkan karena Alkitab kurang jelas memberikan gambaran tentang persembahan? Atau bingung karena ada bermacam-macam persembahan: persembahan perpuluhan, persembahan bulanan, persembahan kemandirian, dll

kesaksian Alkitab tentang persembahan. Persembahan di Perjanjian Lama

1. Kita mulai dari kitab Kejadian 4. Di sini kita berjumpa dengan persembahan oleh Kain dan Habil. Tidak disebutkan persyaratan persembahan. Mereka hanya mempersembahkan sebagian dari harta yang mereka miliki. Kita tidak tahu mengapa persembahan Kain ditolak, sementara persembahan Habil diterima. Kita berhadapan dengan “hak prerogatif/ istimewa” Allah dalam menilai persembahan. Artinya, siapa pun bisa saja mengklaim telah mempraktekkan pemberian persembahan secara benar, tetapi pada hakekatnya penilai sejati hanya Tuhan. Kain bisa saja merasa telah memberikan yang terbaik untuk Tuhan, tetapi di depan Tuhan apa yang dianggap terbaik bagi manusia bisa berarti belum apa-apa di hadapan Tuhan.

2. Persembahan agaknya tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga kepada sesama manusia (dalam hal ini atasn, raja). Perhatikan dua kutipan dari Kejadian 43:11-15 dan Yehezkiel 45: 16.

3. Perjanjian Lama juga menyampaikan informasi tentang adanya persembahan khusus dari setiap orang yang tergerak hatinya untuk membantu terpenuhinya kebutuhan bagi rumah Tuhan, jadi bukan merupakan kewajiban bagi setiap orang. Fakta ini menyiratkan bahwa di jemaat selalu saja ada sebagian warga jemaat yang memiliki kepekaan yang amat tinggi untuk menyisihkan sebagian dari hartanya untuk keperluan gereja. Perhatikan isi kitab Keluaran 35:21 di bawah ini. “Sesudah itu datanglah setiap orang yang tergerak hatinya, setiap orang yang terdorong jiwanya, membawa persembahan khusus kepada TUHAN untuk pekerjaan melengkapi Kemah Pertemuan dan untuk segala ibadah di dalamnya dan untuk pakaian kudus itu.”

4. Persembahan pendamaian yaitu persembahan yang diserahkan oleh umat Tuhan pada jaman dahulu untuk “menebus” pelanggaran yang mereka lakukan dalam hidup. Dengan menyerahkan persembahan pendamaian, maka hidup mereka kembali disucikan. Perhatikan, misalnya Keluaran 30: 20-dst

5. Ada pula persembahan yang hanya boleh digunakan oleh orang tertentu (keluarga Imam), orang lain tidak boleh. Perhatikan Imamat 22: 10-12 “10 Setiap orang awam janganlah memakan persembahan kudus; demikian juga pendatang yang tinggal pada imam ataupun orang upahan.11 Tetapi apabila seseorang telah dibeli oleh imam dengan uangnya menjadi budak beliannya, maka orang itu boleh turut memakannya, demikian juga mereka yang lahir di rumahnya.12 Apabila anak perempuan imam bersuamikan orang awam, janganlah ia makan persembahan khusus dari persembahan-persembahan kudus.”

6. Menyerahkan beberapa persembahan sekaligus, yaitu persembahan persepuluhan,persembahan khusus, dan persembahan korban bakaran. Perhatikan Keluaran 12: 11 “…maka ke tempat yang dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu yang terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN.

7. Menyerahkan persembahan persepuluhan (Maleakhi 3: 10) “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Tentang persembahan persepuluhan ini dalam prakteknya ternyata tidak sederhana, karena bukan sekedar sepersepuluh dari penghasilan. Kita perhatikan misalnya pada kitab Imamat 27: 30 : “Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN. 31 Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima. 32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi Tuhan”Dalam tradisi umat Israel Perjanjian Lama persembahan persepuluhan ini diberikan kepada kaum Lewi. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki mata pencaharian lain selain bekerja di bait Allah, di samping itu mereka tidak mendapatkan harta warisan. Perhatikan kitab Bilangan 18:21 “Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan.” Sebaliknya, kaum Lewi juga mempunyai kewajiban menyerahkan sepersepuluh dari persembahan persepuluhan yang mereka terima.


Catatan: Sebenarnya di Perjanjian Lama masih terdapat banyak lagi aturan tentang persembahan atau korban, tetapi untuk kali ini, contoh-contoh di atas dipandang cukup untuk memberi gambaran betapa perihal persembahan di Perjanjian Lama tidak sederhana.


Persembahan di Perjanjian Baru

Persembahan sebagai simbol rasa hormat dan kerinduan untuk memuliakan Tuhan. Perhatikan Injil Matius 2:11 “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur.” Di ayat ini tidak disebutkan satuan dari barang yang dipersembahkan. Artinya, kita tidak tahu jumlah yang mereka persembahkan: Apakah sepersepuluh dari yang mereka miliki atau…? Kita hanya bisa menduga bahwa mereka ingin memberikan yang terbaik yang mereka miliki untuk Tuhannya. Tuhan Yesus agaknya tidak mengutamakan persembahan dalam arti uang atau benda, tetapi yang jauh lebih penting adalah kesediaan seseorang untuk bertobat. Perhatikan Injil Matius 9:13 “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Bukan jumlah atau banyak-sedikitnya persembahan yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus, melainkan bobot pengorbanan yang mendasari persembahan yang diberikan. Pemahaman ini bisa kita baca di Injil Markus 12: 41: “Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. 42 Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. 43 Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. 44 Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” Secara jumlah pasti amat sedikit yang diberikan oleh janda itu, tetapi secara prosentase dibandingkan dengan harta yang dimiliki, nilainya bisa lebih dari 100% (“..ia memberi dari kekurangannya…”). Sebaliknya persembahan dari orang kaya, secara jumlah pasti lebih besar, tetapi secara prosentase dari harta milik mereka, pastilah tidak lebih dari 1/10 (“…mereka memberi dari kelimpahannya….”). Janda miskin memberi persembahan dengan bobot pengorbanan yang amat besar, sementara orang kaya memberi persembahan dengan ringan saja -tanpa beban dan pengorbanan– karena memang hanya diambilkan sebagian kecil (sangat kecil?) dari harta miliknya. Rasul Paulus sebagai salah satu tokoh Alkitab menghayati persembahan bukan hanya uang atau benda, tetapi seluruh hidup. Perhatikan Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Istilah “tubuh = seluruh hidup” artinya menghayati dan mempraktekkan hidup untuk memusatkan perhatian kepada orang lain, bukan lagi untuk dirinya sendiri. Bandingkan dengan Injil Yohanes 21: 18 “…tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Bandingkan juga dengan cerita tentang anak muda yang kaya. Ia sudah menjalankan semua ajaran di Perjanjian Lama (tentunya termasuk persembahan persepuluhan dan jenis-jenis persembahan lainnya), tetapi di depan Yesus anak muda itu dianggap belum melakukan sesuatu yang berarti (Matius 19:21″ Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.“) Dan, ternyata, pemuda tadi masih lebih terikat pada hartanya daripada terikat pada Kristus. Perhatikan 2 Timotius 4:6 “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat.” Pada usia lanjut Rasul Paulus menenggok ke belakang, bagaimana ia telah mencurahkan segala yang ia miliki -jasmani dan rohani- untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Kata “darah” di dalam kalimat di atas adalah juga melambangkan berbagai penderitaan dan kesusahan yang pernah dialaminya sebagai pemberita injil, dan itu dihayati sebagai bagian dari persembahan yang diberikan Paulus kepada Tuhan. Perhatikan Ibrani 10:8 “Di atas Ia berkata: “Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya” meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat.” Pada ayat ini kita mendapat gambaran tentang pemahaman yang baru tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sementara di Perjanjian Lama hubungan itu antara lain ditandai dengan persembahan sebagai simbol kesetiaan dan kepatuhan umat terhadap Tuhannya, sedangkan di dalam Perjanjian Baru hubungan antara manusia dengan Tuhan ditandai dengan pemberian anugerah keselamatan dari Yesus Kristus. Di Perjanjian Baru kesetiaan dan kepatuhan orang percaya kepada Tuhan-nya tidak lagi ditandai oleh besar kecilnya persembahan, tetapi oleh cara hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerajaan Allah, yaitu: kasih, keadilan, kebenaran, suka cita, damai sejahtera. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini.

· Perhatikan Matius 23:23 “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”

· Perhatikan Lukas 11:42 “Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.”

· Perhatikan 1 Petrus 2:5 “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.” Ayat ini ingin menegaskan tentang makna iman Kristen yang sudah mengalami pembaharuan karena pengorbanan Kristus. Hal yang terpenting bukan lagi memberi persembahan yang berupa benda, karena persembahan berupa benda tidak lagi menentukan keselamatan seseorang. Persembahan rohani jauh lebih berharga, yaitu hati bersih yang menerangi setiap tutur kata dan perbuatan kita setiap saat.

Lalu Bagaimana? Baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberikan informasi yang amat beragam tentang persembahan. Tentulah tidak bijak kalau kita hanya mau menekankan atau mengambil satu jenis persembahan yang terdapat di Perjanjian Lama, dan mengesampingkan macam-macam persembahan lainnya. Oleh karena itu menjadi semakin jelas bagi kita bahwa saat ini, untuk memahami persembahan, tidak bisa lagi diambil secara hurufiah baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Sebab kalau kita mengambil begitu saja makna persembahan/ persembahan korban dari Alkitab, pastilah akan kita temui berbagai kesulitan. Sebab aturan tentang persembahan di Perjanjian Lama amat rumit. Contoh kerumitannya, misalnya, bagaimana kita memahami aturan di Perjanjian Lama “memberi persembahan terbaik buat Tuhan?” Ternyata yang dimaksud adalah, kalau persembahan berupa korban binatang, maka kata “..terbaik..” itu artinya: jantan lebih diutamakan (Imamat 1:3); berumur 3 tahun (I Samuel 1: 24); fisiknya sempurna (Imamat 3:1), warna merah (Bilangan 19: 2). Satu contoh lagi, dapatkah kita menerapkan begitu saja isi Injil Matius 10:10 ini “Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.” Apakah aturan semacam ini akan kita ambil dan terapkan begitu saja untuk konteks saat ini, tentu tidak bukan? Masih ada banyak lagi bagian dari Alkitab yang tidak bisa diterapkan secara langsung untuk kehidupan saat ini, harus dirumuskan terlebih dahulu. Demikian pula halnya dengan persembahan kita tidak bisa menyatakan bahwa persembahan yang satu lebih utama daripada jenis persembahan lainnya. Kalau kita mau menekankan secara hurufiah satu jenis persembahan (misalnya persepuluhan), maka kita tidak bisa membuang begitu saja aturan persembahan lainnya yang tertulis di Alkitab. Sebab di sini muncul persoalan: Siapa yang bisa memastikan bahwa persembahan yang kita prioritaskan itu sungguh-sungguh lebih berkenan di hadapan Tuhan? Oleh karena itu kita perlu belajar untuk rendah hati dan mau menyadari keterbatasan pemahaman kita atas isi Alkitab. Konsep persembahan di Perjanjian Lama antara lain adalah sebagai sarana pembinaan umat dan sebagai tanda kesetiaan dan kepatuhan umat terhadap Tuhan. Bagi umat Israel di jaman Perjanjian Lama, hukum itu memang mutlak. Kesetiaan dan kepatuhan umat Israel Perjanjian Lama terhadap aturan persembahan itu mengikat sekali. Artinya, ketidaksetiaan dan ketidakpatuhan mereka terhadap aturan itu akan membawa mereka kepada kebinasaan (Perhatikan kitab Amos 5: 7 dst.). Sedangkan konsep persembahan di Perjanjian Baru berbeda. Persembahan tidak menentukan keselamatan, tetapi sebagai salah satu buah ucapan syukur. Barangkali ilustrasi berikut ini bisa sedikit membantu. Hubungan antara Allah dengan umat Israel di Perjanjian Lama ibarat orang tua (Tuhan) dengan anak kecil (umat Israel). Orang tua bisa membuat aturan yang tegas untuk anaknya yang masih kecil: Pulang sekolah cuci tangan, ganti baju, makan siang lalu istirahat; pukul 16.00 mandi; pukul 16.30- 17-30 nonton TV atau bermain; dst. Tidak patuh terhadap aturan itu dihukum! Aturan semacam itu amat diperlukan untuk pembinaan, latihan disiplin dan persiapan masa depan. Perjanjian Baru tidak lagi seperti itu, Tuhan telah menempatkan manusia pada posisi orang dewasa, seseorang yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri (Yohanes 3: 16). Tentulah tidak wajar kalau kepada anak yang sudah mahasiswa, orang tua tetap memberlakukan aturan: Pukul 16.00 harus mandi, pukul 17.00 nonton TV, pukul 19.00 belajar, dst. Bukankah orang tua cukup mengatakan “Kamu sudah besar/dewasa: Belajarlah baik-baik!” Seorang anak yang sudah dewasa sudah bisa menangkap makna perintah sederhana itu. Sedangkan dalam prakteknya anak yang dewasa itu bisa saja menata sendiri irama hidupnya dengan mengikuti aturan yang berlaku saat ia masih kecil. Bedanya adalah, ketika masih kanak-kanak ia setia dan patuh kepada aturan karena takut hukuman, sedangkan ketika dewasa ia melaksanakan peraturan itu dengan kesadarannya sendiri, dengan rasa syukur, bukan karena takut hukuman. Demikian pula halnya dengan pemahaman tentang persembahan.


Dua Perintah Utama: Mengasihi Tuhan dan Mengasihi Sesama

I. Dua Perintah Utama yang sering kita dengar namun sulit untuk dilaksanakan secara sempurna

Bacaan di minggu ke-30 tahun A ini, Gereja memberikan bacaan dari Kel 22:20-26; Mzm 18:2-4,47,51; 1Tes 1:5-10; Mat 22:34-40. Perikop dari Mat 22:34-40, yang juga dituliskan di Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28, terasa sangat akrab di telinga kita, karena sering kita dengar dan sering didengungkan dari mimbar, dan lebih tepatnya, karena di dalam dua perintah itu – mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama – terletak seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. Namun, meskipun dua perintah ini sangat sering kita dengar, namun mungkin sangat sulit untuk dilaksanakan. Padahal, kalau kita teliti, manusia secara kodrati dapat mengasihi Tuhan dan sesama. Kodrat ini diangkat derajatnya oleh rahmat Allah dalam Sakramen Baptis, sehingga manusia dapat mengasihi Allah secara lebih sempurna (adi-kodrati), yang berakibat kemampuan yang lebih untuk dapat mengasihi sesama. Mengasihi Tuhan dan sesama, itulah perintah dari Tuhan sendiri, yang menuntun manusia untuk dapat memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan dapat mengantar manusia ke dalam Kerajaan Sorga.

II. Bacaan Matius 22:34-40

34. Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka 35. dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: 36. “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” 37. Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 40. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

III. Telaah Matius 22:34-40

Dari perikop Mat 22:34-40, kita dapat melihat secara gamblang bahwa inti bacaan tersebut adalah jawaban Yesus bahwa hukum yang terutama dalam hukum Taurat adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Di perikop sebelumnya – Mat 22:23-33 – kita melihat bahwa Yesus telah memberikan jawaban yang tepat, sehingga orang-orang Saduki yang bertanya tentang kebangkitan badan tidak dapat berkutik lagi. Walaupun orang-orang Farisi senang (lih. Mrk 12:38; Luk 20:39) bahwa orang-orang Saduki, yang berseberangan dengan mereka akhirnya bungkam karena jawaban Yesus, namun mungkin mereka juga kecewa karena keinginan mereka untuk menjebak Yesus ternyata tidak berhasil. Dan kemudian di ayat 24-25, kita tahu bahwa mereka berkumpul merancang pertanyaan untuk menjebak Yesus. Mungkin, jebakan kaum Farisi telah dirancang dengan sangat hati-hati, karena jebakan pertanyaan mereka tentang membayar pajak kepada kaisar (lih. Mat 22:15-22) telah gagal.

Kali ini, mereka bertanya tentang sesuatu yang dipandang sungguh sulit, yaitu “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” (ay. 36) Yesus kemudian menjawab bahwa hukum yang terutama dan pertama adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi (ay.37-38) dan hukum yang kedua adalah mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (ay.39). Dengan jawaban ini, maka Yesus telah merangkum semua hukum Taurat yang disebutkan dalam Ul 6:5 dan Im 19:18.

Kutuk dan Berkat dalam Alkitab Perjanjian Lama

Setiap orang pasti tidak ingin "dikutuk", "terkutuk" atau "hidup dalam kutuk". Bahkan mendengar kata "kutuk" saja orang sudah merasa ngeri, apalagi jika harus menjalaninya? Itu adalah sesuatu yang sukar untuk dibayangkan dan setiap orang berharap semoga kutuk itu "enyah" jauh dan tidak pernah menghampiri hidupnya dan seluruh keluarganya.

Sebaliknya setiap orang pasti ingin diberkati atau sepanjang hidupnya menikmati berkat-berkat Tuhan. Seluruh keluarga dan keturunannya menikmati berkat-berkat Tuhan dan terbebas dari segala bentuk kutuk apapun.

"Kutuk" dan "berkat" adalah dua kata yang saling berlawanan. Kutuk menggambarkan penghukuman yang mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan, kemelaratan, sakit-penyakit yang mengerikan bahkan kematian dengan cara-cara yang mengerikan juga.

Sementara "berkat" menggambarkan orang yang hidup dalam "kebebasan" menikmati sukacita, damai sejahtera dan kelimpahan yang daripada Tuhan.

Alkitab tidak menyatakan kemiskinan dan penderitaan selalu identik dengan kutuk atau kekayaan selalu identik dengan berkat. Ada orang yang miskin dan menderita secara jasmani karena Tuhan tetapi sebaliknya ada juga orang yang memiliki harta yang banyak tetapi mereka tidak bisa menikmatinya atau selalu hidup dalam kekurangan.

Memilki harta yang banyak tak selamanya berarti diberkati dan memiliki harta yang sedikit tak selamanya berarti kena kutuk. Ukurannya ada di dalam hati. Dalam falsafah Batak disebutkan "Pasu-pasu na godang ima roha na sonang", yang artinya adalah "berkat berkelimpahan adalah hati yang sukacita dan damai sejahtera".

Artinya bisa saja seseorang memiliki harta yang banyak tetapi jika orang tersebut tidak mengalami sukacita dan damai sejahtera dalam hidupnya karena selalu merasa kuatir dan tidak pernah merasa cukup maka orang tersebut bukanlah orang yang diberkati.

Dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kata "kutuk" muncul sebanyak 140 kali dan tercatat dalam 123 ayat. Kutuk diakibatkan oleh dosa atau pelanggaran manusia atau makhluk ciptaan lainnya terhadap perintah Tuhan.

Kutuk adalah sebuah "auto hukuman" akibat dari pemberontakan terhadap hukum atau ketetapan Tuhan yang tidak bisa dihindari sebagai karena Tuhan sendiri "tidak dapat" atau tidak boleh melanggar kekudusanNya.

Dalam Alkitab Perjanjian Lama, yang paling pertama sekali mendapatkan kutuk dari Tuhan adalah ular: "Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu..." (Kejadian 3:14)

Sedangkan yang kedua yang harus mengalami kutuk Tuhan adalah tanah: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu..." (Kejadian 3:17)


INTISARI KITAB ULANGAN

Kitab Ulangan adalah kitab kelima yang ditulis Musa. Judulnya dalam bahasa Ibrani Devarim (“kata-kata”). Kitab itu mulai dalam bahasa Ibrani Eleh ha-devarim,-"Inilah kata-kata". Kitab itu mengandung kata-kata Musa yang diperintahkan kepadanya oleh Tuhan untuk disampaikan kepada Bangsa Israel sebelum mereka masuk ke Tanah Perjanjian. Kitab itu dimulai pada pada tanggal satu, bulan sebelas, tahun keempat puluh dari perjalanan dalam padang gurun (Ul. 1:3). Tujuh puluh hari kemudian, pada tanggal sepuluh bulan pertama, mereka menyebrang sungai Yordan (Yos. 4:19). Kitab Ulangan ditulis dalam kurun waktu itu. Memang, tentu ada orang lain setelah Musa yang menuliskan berita kematian Musa dalam kitab ini juga.

Berita utama dalam Kitab Ulangan adalah “Jangan lupa!” (Ul. 4:9). Tuhan sangat tahu bahwa Bangsa Israel perlu diingatkan! Itu sebabnya, Kitab Ulangan adalah kitab peringatan bagi umat Tuhan. Mereka diperingatkan Tuhan untuk ingat perjanjian, perjanjian dengan Abraham, Ishak dan Yakub dan juga perjanjian dengan nenek moyang mereka di bukit Sinai (Ul. 6:17-18).

Kata perjanjian dipakai 27 kali dalam kitab Ulangan. Selain itu, mereka juga diperingatkan tentang sejarah Israel. Paulus berkata semuanya itu menjadi pelajaran bagi kita (1 Kor. 10:12). Petrus juga mengingatkan Jemaat seperti Musa mengingatkan Bangsa Israel (2 Ptr. 1:12-13). Betapa penting sejarah kita pribadi, sejarah jemaat Tuhan Yesus dan sejarah sepanjang Alkitab. Jangan sampai kita melupakannya! Berita utama itu penting bagi kita karena berkaitan dengan generasi akhir zaman. Sebagai generasi akhir, sebagai umat tebusan, sebagai Israel rohani di atas bumi ini, kita sangat perlu mendengar nasehat yang ditulis dalam Kitab Ulangan. Sebelum detik-detik terakhir zaman ini, kita perlu mengingat kembali segala perintah dan janji Firman Tuhan, serta perjalanan orang kudus yang sudah mendahului kita bersama dengan segala kemenangan dan kegagalan mereka.

Kitab ini juga penting karena Kitab Ulangan dikutip lebih dari 80 kali di dalam Perjanjian Baru. Waktu Yesus dicobai Iblis di padang gurun, Ia sendiri mengutip dari Kitab Ulangan sebanyak tiga kali. Karena itu tidak dapat disangkal bahwa kitab itu tentulah berhubungan dan berurusan dengan semua pengikut Yesus pada zaman ini. Yesus dan murid-muridnya begitu menghargai kitab ini, maka kita juga perlu membacanya, merenungkannya dan melaksanakannya.

Dalam Kitab Ulangan ada tiga khotbah yang disampaikan Musa di daratan Moab sebelum Israel masuk Tanah Perjanjian. Mereka sudah 40 tahun mengembara dalam padang pasir. Lalu menjelang bangsa itu masuk, menduduki dan mewarisi Tanah Perjanjian, ada Firman Allah yang disampaikan kepadanya di tempat perkemahan mereka yang terakhir.


Khotbah pertama: Sejarah (“Ingatlah masa lalu!”) – Ul. 1-4. Di sini Tuhan mengingatkan Israel bahwa Tanah Perjanjian adalah tujuan, gol mereka. Tuhan sudah menyediakan tanah itu bagi mereka dan Ia yang suruh mereka masuk dan mendudukinya. Sebenarnya perjalanan itu dapat ditempuh dalam waktu sebelas hari (Ul. 1:2), namun yang akhirnya dibutuhkan adalah 40 tahun karena pemberontakan dan kekurangan iman mereka. Musa mengingatkan bangsa itu bagaimana ia sendiri tidak sanggup memikul tanggung jawab atas mereka, menanggung kesusahan dan beban dan perkaranya. Ia berkata, “Tetapi bagaimana mungkin saya sendirian dapat memikul tanggung jawab yang berat untuk membereskan semua persoalanmu?” (Ul. 1:12 - BIS). Pada waktu itu Musa sendiri memerintahkan supaya ada kepala-kepala yang diangkat atas mereka. Namun ternyata hal itu tidak meringankan beban Musa. Pada saat pertama kali mereka tiba di batasan Kanaan, mereka mengusulkan supaya mata-mata yang dipilih pergi mengintai tanah itu. Bukannya bertanya kepada Tuhan, Musa mengizinkan mereka langsung memilih 12 pengintai dan ia berkata bahwa hal itu dipandang baik. Akibat dari laporan pengintai itu, Bangsa Israel menjadi takut dan menolak masuk Tanah Perjanjian. Inilah pemberontakan kepada perintah Tuhan. Sebagai akibatnya, setiap orang dewasa yang keluar dari Mesir mati di padang pasir. Hanya Yosua dan Kaleb dari generasi itu yang diizinkan masuk Kanaan. Penyebab kegagalan Bangsa Israel masuk Tanah Perjanjian adalah ketidakpercayaan (Ul. 1:32). Karena itu, marilah dengan iman yang teguh, kita tetap percaya kepada segala janji Allah. Dalam kitab Ibrani dinasehatkan, “Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.” (Ibr 4:1). Demikianlah pengalaman Bangsa Israel menjadi suatu pelajaran dan peringatan bagi kita.


Khotbah kedua: Hukum-hukum Allah (“Hiduplah sekarang dalam kebenaran!”) – Ul. 5-26. Hukum Taurat itu disusun berdasarkan kesepuluh perintah Allah. Kesepuluh perintah itu merupakan kebenaran Allah. Dalam kitab Ulangan, sepuluh hukum serta undang-undangnya diterangkan dengan jelas. Menurut orang Yahudi, totalnya ada 613 perintah. Perintah-perintah itu adalah perintah Tuhan yang penting dan kudus. Hukum itu harus ditaruh di dahi dan tangan. Perlu dibicarakan di dalam rumah waktu bangun, makan, tidur. Harus ditaruh di ambang pintu rumah. Apa artinya semua ini? Penyembahan harus kudus. Orang Israel perlu menyembah di tempat yang dipilih dan ditentukan oleh Tuhan. Tidak boleh ada penyembahan berhala dan ibadah sesat. Ada peraturan tentang orang Lewi dan imam-imam. Sistem ekonomi untuk imam juga ditentukan, dan itulah sebabnya ada peraturan tentang perpuluhan. Orang Lewi semuanya tidak punya tanah tetapi mereka semua hidup dari perpuluhan, supaya mereka berfokus untuk melayani dalam Rumah Tuhan.

Tiga hari raya utama, yaitu Paskah, Hari Raya Tujuh Minggu dan Hari Raya Pondok Daun ditetapkan oleh Allah supaya orang Israel mengingat semua yang dibuat oleh Tuhan dan bersukaria di hadapanNya (Ul. 12-16). Pemimpin pun harus kudus. Hakim-hakim harus melakukan keadilan. Raja-raja harus takut akan Tuhan dan berpegang kepada segala hukum dan ketetapan Tuhan. Imam-imam dan seluruh suku Lewi harus kudus dan hidup untuk Tuhan. Nabi-nabi harus menyampaikan Firman Tuhan yang benar (Ul. 16-18). Kemudian, negeri dan masyarakat harus kudus. Secara pribadi dan kolektif (bersama-sama), semua orang harus hidup kudus. Mereka harus bersih tubuh, jiwa dan roh.

Ada hukum-hukum dan undang-undang mengenai saksi-saksi, perang, maupun pembunuhan. Ada peraturan untuk saling menolong dan berlaku adil. Ada undang-undang tentang moralitas yang melarang zinah dan dosa seksual yang lain. Ada undang-undang yang mengatur perceraian. Ada undang-undang yang menuntut keperdulian kepada orang yang miskin. Ada undang-undang tentang masyarakat supaya dapat hidup damai bersama-sama (Ul. 19-25). Namun setelah semua undang-undang ini, Tuhan mengingatkan Bangsa Israel bahwa mereka adalah umat kesayanganNya yang ditentukan untuk menjadi umat yang kudus (Ul. 26).

Jadi, apa maksud semua hukum Taurat bagi kita? Hukum Taurat adalah “penuntun” bagi kita sampai Kristus datang (Gal. 3:24).

“Ia ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran--sampai datang keturunan yang dimaksud oleh janji itu..”, yaitu Kristus (Gal. 3:19).

Hukum Taurat membuktikan bahwa tidak ada manusia yang benar, yang kudus, yang sanggup melakukan semua perintah ini. Dalam hukum Taurat terdapat standar kebenaran Allah. Karena itu, hanya oleh imanlah kita dapat dibenarkan.

Kemudian, karena itulah Kitab Ulangan penting untuk mengajar kita tentang makna dosa dan kebenaran, untuk menyakinkan kita bahwa kita adalah pendosa yang melanggar hukum Allah dan hanya dapat diselamatkan dan dibenarkan oleh iman.


Khotbah ketiga: Suara Profetis (persiapan untuk masa depan) – Ul. 27-36. Musa sebelum meninggal menantang bangsanya untuk sungguh-sungguh mengikut Tuhan. Ia mengingatkan mereka tentang sepuluh hukum yang ditulis di dua loh batu. Seluruh Bangsa Israel mendeklarasikan kutuk-kutuk yang berasal dari ketidak-taatan dan berkat-berkat yang berasal dari ketaatan. Mereka memperbaharui perjanjian mereka dengan Tuhan (Ul. 27-29). Saat itu, ditegaskan bahwa setiap orang punya pilihan untuk taat dan terima atau tolak. Terserah kepada masing-masing pribadi...tetapi ada konsekuensi untuk masing-masing pilihan.

“Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu,” (Ul. 30:19).

Kemudian Yosua ditentukan sebagai pengganti Musa (Ul. 31). Selanjutnya, Musa menyanyikan nyanyiannya yang terakhir. Dahulu, Musa pernah menyanyi waktu menyebrang Laut Merah (Kel. 17). Sekarang pada saat Bangsa Israel hampir memasuki Tanah Perjanjian, ia menyanyi lagi. Inilah mazmur. Kita dapat melihat bahwa langkah pertama dan langkah terakhir Bangsa Israel ini penuh dengan mazmur, pujian dan penyembahan kepada Tuhan! Saat akhir ini Musa juga bernubuat tentang masa depan setiap suku. Akhirnya ia memberi berkat yang khusus atas Bangsa Israel (Ul. 32-33).

Sesudah Musa mati Yosua menggantikannya. Namun kita juga perlu perhatikan bahwa Musa tidak mati seperti manusia biasa karena mayatnya tidak pernah ditemukan. Dikatakan bahwa ia dikuburkan oleh Tuhan sendiri (Ul. 34; Yud.ayat 9).

Lalu, kita tahu yang selanjutnya, Yosua dan Kaleb memimpin Bangsa Israel memasuki Kanaan, tanah yang telah dijanjikan Tuhan kepada mereka.


Apa pembelajaran yang seharusnya kita peroleh dari Kitab Ulangan ini? Marilah kita juga mengingat sejarah rencana Allah dari permulaan, mari kita hidup saat ini, setiap hari, dalam iman, kebenaran dan ketaatan kepada Firman Tuhan dan mari kita memandang kepada masa depan dengan menyembah Dia yang akan menggenapi segala perjanjianNya, karena Ia setia untuk selama-lamanya.

Tugas

Bacalah kitab ulangan pasal 26 dan jelaskan makna persembahan bagi Tuhan dan apa perintah utama dalam kitadb ulangan pasal 6!

303 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page