top of page
Writer's picturesmtk kotakupang

Misi secara kontekstual dan Dasar misi secara kontekstual


Materi

Misi secara kontekstual dan Dasar misi secara kontekstual

1. Misi secara Kontekstual

Kata "kontekstualisasi" telah ditambahkan pada perbendaharaan kata dalam bidang misi dan teologi sejak diperkenalkan oleh Theological Education Fund (TEF) pada tahun 1972.Konteks pembicaraan tentang kontekstualisasi dalam diskusi TEF adalah pendidikan teologi di negara-negara dunia. Namun, para misiolog menyadari bahwa ide dari kontekstualisasi itu sendiri sebenarnya sudah ada jauh sebelum TEF bersidang, yaitu terdapat di Kitab Suci.Contohnya adalah inkarnasi Yesus Kristus dan pendekatan Paulus pada waktu ia mengomunikasikan Injil kepada orang bukan Yahudi (Kis. 17:16-34; 1 Kor. 9:19-23).

Dalam bukunya yang berjudul “Penginjilan Masa Kini”, Yakob Tomatala juga mendefinisikan Teologi Kontekstual sebagai berikut: Kata “Kontekstualisasi” (Contextualisation) berasal dari kata ‘konteks’ (Context) yang diangkat dari kata Latin “Contextere” yang berarti menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), di mana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu.Pada umumnya, kontekstualisasi dilihat sebagai suatu istilah yang memaparkan tentang suatu proses di mana berita tentang iman Kristen dibuat menjadi relevan dan berarti bagi budaya yang menjadi penerima berita tersebut.

Definisi Teologi Kontekstual Dari Beberapa Tokoh

Istilah kontekstualitas telah digunakan secara populer dalam dunia teologi pada akhri abad ke-20. Adapun pengertian Teologi Kontekstual menurut para ahli, yaitu:

1. Teologi kontekstual menurut Yakob Tomatala dalam bukunya yang berjudul “Teologi Kontesktual: Suatu Pengantar” adalah cabang ilmu teologi Kristen yang menelaah bagaimana ajaran Kristen dapat menjadi relevan di konteks-konteks yang berbeda-beda.

2. Kobong memaparkan arti Teologi Kontekstual secara sederhana, yaitu kalau kita mendengarkan injil Yesus Kristus yang diberitakan kepada kita, lalu kita berusaha mengertinya dengan cara kita merasa, berpikir dan bertindak yang dibentuk dan ditentukan oleh adat istiadat dan kebudayaan kita, lalu hasil penghayatan itu kemudian kita tuangkan dalam bentuk-bentuk yang dapat kita pahami dan hayati, maka kita sudah terlibat dalam usaha kontekstualisas. Teologi hanya dapat disebut sebagai teologi apabila ia benar-benar kontekstual. Alasannya adalah; karena teologi tidak lain dan tidak bukan adalah upaya untuk mempertemukan secara dialektik, kreatif dan esensial antara “teks dengan konteks” antara pernyataan injil yang universal dengan kenyataan hidup yang kontekstual.

3. Menurut Budiman R. L. Teologi Kontekstual merupakan satu cara menyampaikan dan meneladani Injil supaya kita dapat memenangkan sebanyak mungkin orang. Kita menyesuaikan diri dengan adat setempat supaya Injil menjadi relevan. Kita juga hidup di bawah hukum Kristus supaya Injil uang disampaikan itu tetap murni.

4. Menurut Eka Darmaputra, Teologi Kontekstual adalah teologi itu sendiri yang hanya dapat disebut sabagai teologi apabila ia benar-benar kontekstual. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakekatnya, teologi tidak lain dan tidak bukan adalah upaya untuk mempertemukan secara dialektis kreatif secara esensial antara teks dan konteks, antara kerygma yang universal dengan kenyataan hidup yang kontekstual. Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa teologi adalah upaya untuk merumuskan penghayatan iman kristiani pada konteks, ruang, dan waktu yang tertentu.

Jadi, dari definisi beberapa tokoh tersebut, dapat disimpulkan arti Teologi Kontekstual merupakan suatu ilmu Teologi yang dipelajari dan diterapkan sehingga bisa sesuai dan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dimanapun Teologi itu dikembangkan. Teologi Kontekstual ialah ilmu teologi yang penerapannya selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan manusia dan hidup pada masa ini dan masa yang terus berubah. Teologi Kontekstual merupakan aplikasi iman orang percaya dan ilmu yang praktis dan bukan teoris.

2. Dasar Misi secara Kontekstualisasi( Dasar Alkitabiah)

Dasar misi adalah Alkitab yaitu kitab Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.

1. Dalam Perjanjian Lama banyak termuat tentang misi yang akan dijelaskan di bawah ini. Dalam kitab Kejadian 12:1-3 menceritakan panggilan Tuhan kepada Abraham. Tiga kata penting yang perlu diperhatikan adalah : tinggalkan, pergi dan menjadi berkat. Dari studi kata tinggalkan, pergi dan menjadi berkat ada pesan misi di dalamnya yaitu Abraham dipanggil untuk keluar dan pergi ke tempat bangsa lain dan melalui Abraham semua kaum, dimuka bumi akan mendapat berkat. Berkat yang dimaksud tentulah berkat rohani yaitu mengenal Allah Abraham. Panggilan Abraham menandai titik balik dalam hubungan Allah dengan dunia. Abraham dan Israel tidak dipilih oleh Allah bagi kepentingan mereka sendiri tetapi secara universal, maksud yang jauh lebih luas yaitu keselamatan dunia.

Kontekstualisasi dalam Perjanjian Lama

Kontekstualisasi dalam Perjanjian Lama merupakan dasar penting bagi kontekstualisasi Alkitab secara menyeluruh. Kontekstualisasi dalam Perjanjian Baru adalah kontinuitas kontekstualisasi dalam Perjanjian Lama. Penyataan diri Allah dalam penciptaan adalah dasar kontekstualisasi. Kejadian satu dimulai dengan Allah yang menyatakan diri sebagai pencipta. Allah mengambil inisisatif pertama dalam penyataan diri-nya kepada dunia. Penyataan diri Allah sebagai pencipta menunjukkan kehendak-nya untuk membuka tabir diri-nya yang adalah pencipta kepada manusia. Disini terdapat tekanan utama yaitu bahwa Allahlah penggerak utama kontekstualisasi. Proses kontekstualisasi itu dimulai dari Allah yang menyatakan diri kepada manusia. Dengan kata lain kontekstualisasi yang benar dimulai dari Allah.

2. Misi dalam Perjanjian Baru Perintah misi yang agung adalah kata pergi Matius 28:18-20 : Pergi, jadikan murid, ajarlah... Markus 16:15 : Pergi, beritakan kabar baik... Lukas 24:47 : Pergi, beritakan pertobatan, pengampunan dosa... Yohanes 20:21 : Seperti Bapa sudah mengutus Ku, Ku utus kau!... Kisah Para Rasul 1:8 : Kamu akan menjadi saksi-ku. Puncak kerinduan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia diwujudkan dalam kehadiran-nya sendiri diantara manusia. Ia hadir di dalam inkarnasi Allah menjadi manusia yaitu dalam pribadi Yesus Kristus, Juruselamat dunia. Di dalam doa Tuhan Yesus yang terdapat di dalam Yohanes 15:1-27 mengungkapkan tanggungjawab misi sedunia yang didasarkan pada tiga hubungan:

1. Hubungan orang percaya dengan Yesus (Yoh. 15:1-10) kata kunci: tinggal. Komitmen kepada Ketuhanan Kristus ( penyembahan ).

2. Hubungan orang percaya dengan sesama orang percaya (Yoh. 15:11-17), kata kunci: saling mengasihi. Komitmen kepada tubuh Kristus ( pembangunan ).

3. Hubungan orang percaya dengan dunia ( Yoh. 15:18-27 ), kata kunci bersaksi. Komitmen terhadap misi Kristus, bagi dunia ( misi sedunia ). Dalam Perjanjian Baru, misi berpusat pada diri Yesus Kristus dan dilanjutkan kepada murid-murid dan para rasul seperti Paulus dalam kitab Kisah Para Rasul yang adalah buku perjalanan misi. Perintah amanat agung adalah perintah Yesus sendiri sejak jaman gereja mula-mula sampai gereja saat ini, bahkan sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya.

Kontekstualisasi dalam Perjanjian Baru

Kontekstualisasi dalam Perjanjian Baru Penjelmaan atau inkarnasi Yesus Kristus merupakan puncak penyataan Allah kepada umat manusia. Dalam inkarnasi Yesus Kristus, Allah melintasi jurang pemisah antara surga dan dunia ini. Di sini kita melihat cara Allah sendiri untuk mengkontekstualisasikan Firman-Nya. Yang Maha Mulia menjadi sama dengan kita. Pribadi kedua Tritunggal mengambil rupa manusia bagi diri -Nya sendiri, mengambil segala sesuatu berhubungan dengan kemanusiaan yang sempurna, sehakikat dengan kita sebagai manusia (Ibr. 2:14)

Soal

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kontekstual!

2. Jelaskan dasar misi secara kontekstual!

1,353 views0 comments

Comments


bottom of page