top of page

Misiologi XI (Misi Allah)




Materi Pertemuan VIII


Memahami misi Allah lewat pendekatan budaya lokal dan Melaksanakan pelayanan pemberitaan injil Yesus Kristus dengan menggunakan mekanisme budaya lokal


Strategi berasal dari kata Yunani "strategos" terbentuk dari kata "stratos" yang artinya militer, dan "ag" yang artinya memimpin. Dengan demikian strategi berarti memimpin dalam (dunia) militer. Igor Ansoff, bapak manajemen strategik, mengatakan bahwa strategi merupakan aturan untuk membuat keputusan di bawah kondisi pengetahuan yang sedikit (partial ignorance). Dengan sifat keputusan yang diambil adalah kontingengsi (berkelanjutan). Sementara kontekstual di definisikan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai suatu hal yang berhubungan dengan konteks. Dimana memusatkan diri pada distribusi formal, baik itu bahasa, tindakan dan sebagainya. Jadi dengan kata lain strategi Kontekstual dalam Penginjilan lintas budaya adalah keputusan kongtingengsi yang diambil secara maksimal terpusatkan pada distribusi formal (budaya), dengan tujuan memberi tempat dan ruang bagi Pemberitaan Injil. Dalam kegiatan Penginjilan seharusnya fokus misi bukan hanya pada teks (teks) tetapi bagaimana konteks (budaya) dapat memberi ruang bagi teks. Artinya ada keseimbangan antara keduanya, hanya saja konteks tak harus diatas teks.

Persoalan dinamika teks dan konteks menurut Charles van Engen harus sesuai berdasarkan proses dan prosedur pendekatan hermeneutiknya. Yang dimulai dari studi Biblika (A) kepada studi konteks (B) dan kemudian ke aksi misi (C). Disebut van Engen sebagai Mission on The Way. Dimana hasil misi di C ini, maka harus berdasarkan A dan B. Jadi sesuai dengan pandangan Dr. J. Tomatala dalam bukunya Antropologi Kebudayaan. Bahwa seorang pelayan Lintas Budaya harus memahami dengan betul budaya yang akan ia hadapi. Agar pelayanannya dapat memberikan hasil yang maksimal. Dengan demikian strategi yang kontekstual dalam penginjilan adalah pola yang harus mempertimbangkan konteks (budaya) yang dihadapi, namun di sisi lain tidaklah mengorbankan teks (Alkitab).

1. Strategi yang Kontekstual dalam kegiatan Pekabaran Injil Lintas Budaya


2. Akomodasi secara Holistik

Akomodasi adalah penyesuaian diri (asimilasi) dari objek (masyarakat) yang berbeda demi menghindari tabrakan dan ketegangan sosial. Sedangkan holistik adalah mengenai suatu kesatuan yang utuh. Jadi berbicara akomodasi secara holistik dalam kegiatan Pekabaran Injil berarti selain Injil beradaptasi. Injil harus menjadi subyek, atau sebagai pemberi ruang yang luas demi pemenuhan kebutuhan budaya. Dimana bukan hanya memberi kepuasan rohani tetapi juga jasmani, sebab ini menyangkut suatu kesatuan yang utuh.

Akomodasi adalah sikap menghargai dan terbuka terhadap kebudayaan asli. Hal ini banyak dipraktekan oleh para zending (utusan Injil) ataupun misionaris- misionaris. Sebagai contoh misalnyaRasul Paulus yang melakukan pendekatan kepada orang -orang Yunani (Kis. 17:23b). Di Indonesia, Tartib Eprayim (wafat 1961) yang berperan dalam upaya pendekatan Injil di Bali utara, dimana ia terbuka dan memberi keluasan kepada budaya. Dari pentas ilustrasi wayang Bali, Tartib dapat dapat mengungkapkan Injil Kristus. Hal yang sama dilakukan oleh Don Richardsonkepada suku Sawi di Papua yang mengenal anak perdamaian. Kemudian digunakan olehnya sebagai jembatan bagi Kristus dan Injil.

Pendekatan yang dilakukan Richardson diistilahkan oleh Dr. Tomatala sebagai pendekatan "dynamic equivalence". Yaitu pendekatan yang berupaya membangun jembatan bagi kelancaran komunikasi lintas budaya, dengan dampak akulturasi yang berimbang dalam kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lainnya. Setelah Injil memberikan tempat bagi budaya maka ranah lain seperti ekonomi, kesehatan dan sebagainya tidak bisa diabaikan. Kristus dan pelayanan -- Nya tidak meniadakan hal ini, ia memperhatikan kebutuhan orang -- orang. Melalui memberikan makan adalah metode yang sering digunakan Yesus. Bukan hanya itu, disertai pula dengan mujizat terrmasuk menyembuhkan orang sakit dan setiap kali Yesus member makan kepada orang banyak, selalu diawali dengan mujizat (bd. Yoh. 6:1- 15). Penginjilan dan pelayanan sosial dilihat sebagai suatu kesatuan dalam misi. Walaupuan keduanya terpisahkan, namun adalah suatu kesatuan. Hanya prioritas utama bukanlah pelayanan sosial, melainkan Penginjilan. Sekalipun demikian pelayanan sosial tidak boleh diabaikan. Sebagaimana pernyataan Rasul Paulus, jika musuhmu lapar, mandat Alkitabiah bukanlah menginjilinya, melainkan memberi dia makan (Rom. 12:20). Para Rasul pun tidak memisahkan keduanya (Kis. 6:2). Demikian dalam praktek misi Pekabaran Injil kiranya hal ini tidak ditiadakan agar jangan seolah- olah praktek Penginjilan sebagai suatu kegiatan yang diwarnai ambisi radikalisme Kristen. Hal ini disebabkan karena keegoannya menekankan pada aspek kuantitas (jumlah).

Contoh nyata dari praktek pendekatan holistik di Indonesia adalah bagaimana Coolen merintis Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Ngoro, Jawa Timur. Dilakukan tanpa lebih dulu menantang orang menerima Kristus. Coolen malah menyediakan tanah sebagai tempat tinggal dan sumber dan mata pencaharian bagi masyarakat pedalaman Jawa. Realitas nyata dari kenyataan ini adalah GKJ bertahan dan tertanam kuat di Jawa timur meskipun berada ditengah- tengah lautan masyarakat muslim.


Model Prossesio -Konfrontasi Budaya

Prossesio adalah sikap yang menanggapi kebudayaan secara negatif. Prosesnya terjadi melalui seleksi, penolakan, reinterpretasi, dan rededikasi. Kelompok prossesio melihat kebudayaan sebagai sesuatu yang sudah rusak oleh dosa dan tidak ada kebaikan yang muncul didalamnya. Jadi ada sikap konfrontasi dari kekristenan dan Alkitab kepada budaya yang dianggap adalah area kekafiran. Cara ini terkesan terlalu kasar dan keras tetapi justru menjadi daya tarik, apalagi disertai aplikasi penerapan kebenaran Injil secara nyata. Seperti dalam pelayanan Yohanes pembabtis, yang menegur pendengarnya menggunakan kata - kata makian : "keturunan ular beludak". Ataupun beberapa utusan Injil pada abad pertengahan misalkan Willibrord (658 -- 739) yang menegur raja Ratbod (raja orang -- orang Frisia di Belanda) bahwa kuil yang disembahnya adalah Iblis. JugaBonifacius yang sengaja menebang pohon keramat dan Heriger, orang Swedia yang percaya, menentang orang -orang lain sebangsanya (kafir) untuk mengadu kuasa. Dimana permohonan supaya turun hujan, namun permohonan orang -- orang itu tak terjadi. Justru doa Heriger membuat mereka basah kuyub, sementara ia sendiri tetap kering.

Selain itu ada juga pembuktian gaya hidup oleh utusan - utusan Injil Negara-negara Barat. Bahwa jika mereka hidup didalam Injil maka budaya lokal harus diubah dan mengikuti pola mereka. Padahal sebenarnya yang mereka bawa ada budaya Barat. Meski demikian pendekatan ini tampaknya agak berhasil dan berpengaruh. Sebagai contoh pergolakan yang terjadi antara orang Kristen Jawa timur era Coolen. Dimana sebagian (orang -orang Kristen Mojowarno) mengikuti gaya hidup dan pola yang dibawa utusan - utusan Injil Belanda.


Kesimpulan

Dari strategi Pekabaran Injil yang sudah dibahas, pendekatan- pendekatan ini relevan bagi Gereja masa kini asalkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Sebab sudut daerah- daerah dimuka bumi berbeda- beda (Geografis), sehingga tradisi pun berbeda. Jadi semua budaya manusia di planet ini tak sama, maka seorang pelayan Lintas Budaya harus berpikir secara subyektif. Dimana menempatkan dirinya kepada konteks masyarakat yang akan dimenangkan bagi Kristus. Budaya dalam Alkitab adalah budaya Timur Tengah (Yahudi). Sebab itu sasaran atau fokus Pekabaran Injil adalah bagaimana obyek mengenal Kristus yang ada dalam Injil dan melakukan kebenaran- Nya (Injil). Yang unik dari Injil Kekristenan itu adalah Kristus Sendiri, inilah faktor utama yang harus dikenal dunia. Jadi kedua metode pendekatan yang dibahas dalam tulisan ini, hanya bisa dipraktekan jika kekristenan sebagai subyek misi, bisa memahami dengan betul konteks yang dihadapi. Lalu kemudian barulah mempraktekan salah satu strategi ini. Strategi model akomodasi masih sangat relevan jika dibandingkan dengan model prossesio. Karena subyek misi (Gereja, badan - badan misi dan sebagainya) lebih menempatkan diri pada konteks.

292 views0 comments

Σχόλια


bottom of page